Membicarakan agama memang nampaknya tak bisa terlepas dari sesuatu yang sifatnya “melangit”,
genuine, privat, bernuansa “ketundukan dan kepasrahan”, berdimensi eskatologis (kedisanaan) sehingga terkadang agama seringkali sulit diaktualisasikan dengan nalar kemanusiaan. Nalar “dipaksa” untuk tunduk dan patuh terhadap agama karena memang sejatinya nalar selalu memiliki keterbatasan.
KEMBALI KE ARTIKEL