Aku minum kopi di lereng gunung,
Sunyi, jauh dari hiruk politik.
Di sini, tak ada keriuhan mulut-mulut,
Yang saling merebut sisa-sisa kekuasaan.
Kopi hitam, pekat, sepekat pikiranku,
Di antara kabut yang turun perlahan.
Aku meneguk pahitnya, meresapi hangatnya,
Membakar sepi dalam cangkir kehidupan.
Biar dunia di bawah sana bergemuruh,
Dengan pertarungan tanpa akhir.
Di sini, di lereng sunyi,
Aku bebas, merdeka,
Dari keriuhan mereka.
Di setiap tegukan, aku menemukan
Makna kesederhanaan, yang hilang di kota.
Di sini, kopi bicara,
Bukan soal kuasa, tapi rasa.
Rasa yang membawaku jauh,
Ke puncak sunyi,
Tempat aku menjadi diri, tanpa topeng.