Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Rencana Keuangan Keluarga

24 April 2024   13:57 Diperbarui: 24 April 2024   14:04 151 8
Di ruang kerja dengan meja yang terpetak-petak dan berbagai catatan kertas tertempel di dinding meja kerja, Sally sedang asyik menelusuri catatan penagihan di laptopnya. Tiba-tiba, sistem informasi di layarnya menampilkan satu nama, Atika. Dengan reflek, Sally menekan tombol panggilan.

"Hei, Atika. Ini Sally dari Smart Loan. Saya ingin mengingatkan bahwa angsuran Ibu sudah lewat dari tanggal jatuh tempo," kata Sally dengan suara profesional.

Di sisi lain telepon, Atika terdiam sejenak. "Sally? Anakku Sally?" bisiknya, hampir tidak terdengar.

Sally, yang tidak menyadari siapa sebenarnya yang ia telpon, terus dengan penjelasannya. "Iya, Bu, penting sekali untuk segera menyelesaikan pembayaran agar tidak terjadi penumpukan denda."

Atika, yang kini sadar bahwa di ujung telepon adalah putri kesayangannya, mencoba mengalihkan topik. "Eh, Sal, katanya kamu kerja di e-marketplace yang terkenal itu, kok bisa sih kamu telpon-telpon soal pinjol?"

Sally tersadar dan terdiam sebentar, kemudian tertawa kecil. "Ah, Ibu ini, masih ingat dongeng semalam? Itu cuma cerita, Bu. Sally kan multitasking, kerja di e-marketplace sambil handle beberapa kasus khusus di Smart Loan." Sally mencoba membela diri.

Atika tidak terima, "Lho, tapi kan kemarin Ibu sudah bangga-bangganya bilang ke Bu Darsih dan Pak Slamet tetangga kita, bahwa anak Ibu kerja di tempat yang wah itu. Ini kan malu, Sal. Pinjol itu masih tabu, apalagi bagian penagihannya."

Sally mendengus, mencoba meredam amarah. "Ibu, tapi kenapa sih Ibu pakai pinjol kalau tidak setuju sama mereka?"

Mendengar itu, Atika terdiam, suaranya bergetar. "Ya, untuk apa lagi kalau bukan untukmu, Nak. Kuliahmu itu lho, yang biayanya bukan main."

Sally tercengang, tak bisa berkata-kata. Kedua wanita itu terdiam, menyisakan hanya suara kipas angin yang berputar lambat. Sally akhirnya memecah keheningan.

"Ibu... maaf, Sally tidak tahu. Tapi, Ibu jangan khawatir, kita pasti bisa atasi ini. Mari kita bicarakan."

Atika menghela napas, "Iya, kita bicarakan baik-baik. Jangan sampai tetangga dengar kita lagi ngomel-ngomel, hehe."

Keduanya tertawa, meredakan ketegangan yang sempat muncul, seraya memikirkan solusi bersama. Sally merasa lega karena akhirnya mereka bisa membahas masalah ini dengan kepala dingin dan hati yang terbuka.

***

Pagi itu, Sally duduk di teras rumah sambil menyeruput teh manis. Ia masih memikirkan pembicaraan semalam dengan ibunya. Atika bergabung dengannya, membawa dua buah gorengan hangat.

"Ibu, gorengan pagi-pagi, apa tidak takut kolesterol, Bu?" canda Sally sambil menerima gorengan tersebut.

Atika tertawa, "Ah, biarin deh. Lagian ini kan hasil jerih payah Ibu sendiri. Lain kali, kalau kamu jadi manager di e-marketplace, Ibu pensiun jualan gorengan, ya."

Mereka tertawa bersama, suasana hati terasa lebih ringan. Sally kemudian membuka laptopnya, menunjukkan beberapa tabel anggaran kepada ibunya.

"Bu, ini lho, Sally sudah bikin rencana. Kita bisa mulai mengatur keuangan lebih baik. Ibu tidak perlu lagi pinjam ke pinjol."

Atika mengangguk serius, matanya memperhatikan angka-angka di layar. "Memangnya bisa, Nak? Ibu kan hanya jualan gorengan, pendapatannya pas-pasan."

Sally membalas dengan senyum optimis. "Bisa, Bu. Sally sudah hitung semua. Kita kurangi pengeluaran yang tidak perlu, dan Sally juga akan mencoba cari kerja sampingan online. Sekarang kan banyak kerjaan yang bisa dilakukan dari rumah."

Atika terlihat lega mendengar rencana itu. "Wah, terima kasih, Nak. Ibu bangga Sally ini pintar mengatur keuangan."

Mereka berdua kemudian membahas berbagai opsi untuk meningkatkan pendapatan. Atika bersemangat saat Sally menyarankan untuk mempromosikan usaha gorengannya di media sosial.

"Kamu bisa bantu Ibu buat akun Instagram dan TikTok, Sal? Katanya itu bagus untuk bisnis."

Sally tertawa, "Tentu, Bu. Kita buatkan branding yang menarik, dan kita coba pasarkan ke lingkungan lebih luas."

Tiba-tiba Sally teringat sesuatu, "Oh, iya, Bu. Sally juga sudah daftar seminar online tentang manajemen keuangan keluarga. Kita bisa ikut bersama, belajar bagaimana mengatur uang dengan lebih bijak."

Atika tersenyum, "Wah, itu bagus. Kita ikut bersama ya, Nak. Belajar bersama pasti lebih menyenangkan."

Sambil meneruskan sarapan mereka, keduanya merasa lebih dekat satu sama lain. Mereka tidak hanya berbagi makanan, tetapi juga harapan dan rencana untuk masa depan yang lebih baik. Sally merasa bersyukur memiliki ibu yang begitu mendukung dan penuh kasih.

***

Di sebuah warung kecil di dekat terminal bus tempat Atika biasa berjualan, Sally dan ibunya duduk menghadiri seminar online tentang manajemen keuangan keluarga melalui laptop Sally. Keduanya tampak serius mengikuti setiap kata yang disampaikan oleh pembicara.

"Bu, menurut pembicara, penting banget kita punya tabungan darurat. Jadi kalau ada kejadian tak terduga, kita gak perlu panik," jelas Sally sambil mencatat poin penting di bukunya.

Atika mengangguk, matanya berbinar-binar. "Iya, Nak. Ibu pikir kita harus mulai sisihkan sedikit dari penghasilan buat itu. Bisa kita mulai dari sekarang."

Seminar itu selesai dengan sesi tanya jawab, dan Sally serta Atika sangat antusias bertanya dan berdiskusi tentang tips-tips praktis. Setelah seminar, mereka memutuskan untuk mampir di warung makan favorit mereka.

Sambil menikmati nasi kuning dan ayam goreng, Sally mengeluarkan brosur dari seminar yang mereka ikuti dan memulai perencanaan lebih lanjut.

"Bu, kita buat dulu targetnya. Misalnya, dalam enam bulan, kita harus punya tabungan darurat sejumlah ini. Terus kita juga coba diversifikasi pendapatan. Ibu lanjut jualan, Sally tambah kerjaan freelance."

Atika tersenyum lebar, "Sally ini kalau sudah semangat, semuanya jadi terasa mungkin ya. Ibu senang lihat kamu begitu proaktif."

Sambil menyesap teh hangat, Sally terdiam sejenak, lalu berkata dengan nada lebih serius, "Bu, Sally janji akan lebih terbuka soal pekerjaan dan keuangan kita. Sally nggak mau lagi ada rahasia antara kita."

Atika menggenggam tangan Sally, matanya berkaca-kaca. "Terima kasih, Nak. Itu yang Ibu harapkan. Kita harus saling support. Sekarang, kita tim, ya."

Mereka berdua tertawa, membuang jauh-jauh beban dan kekhawatiran yang sempat menghantui pikiran mereka. Hari itu, langit tampak cerah, seolah-olah memberi restu kepada harapan baru yang mereka rajut bersama.

Sambil membayar di kasir, Atika berkata sambil tersenyum, "Sally, setelah ini Ibu ajak kamu lihat tempat baru yang Ibu pikir bisa jadi spot jualan gorengan yang lebih strategis. Gimana?"

Sally mengangguk antusias, "Ayo, Bu. Kita cek tempat itu. Siapa tahu bisa jadi langkah besar selanjutnya untuk kita."

Mereka berdua berjalan keluar dari warung dengan langkah penuh semangat, siap menghadapi tantangan dan peluang yang akan datang dengan kebersamaan dan saling percaya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun