"Abu Nawas, kamu telah membuat kerajaan ini porak poranda dengan ulahmu. Kini, kamu harus memilih hukumanmu sendiri. Apakah kamu memilih untuk diusir dari kerajaan atau menghabiskan sepuluh tahun dalam penjara?" tanya Baginda Raja dengan suara yang penuh otoritas.
Abu Nawas, dengan kepala yang tetap tinggi, menjawab dengan tenang, "Jika saya boleh memilih, Baginda, saya akan memilih untuk diusir dari kerajaan ini. Tapi, dengan satu permintaan kecil."
Baginda Raja, yang penasaran dengan kecerdikan Abu Nawas, mengangguk. "Katakanlah, apa permintaanmu, Abu Nawas?"
Abu Nawas tersenyum. "Izinkan saya untuk memilih hari saya diusir, Baginda."
Menarik, pikir Baginda Raja, yang kemudian mengabulkan permintaan itu, yakin bahwa tidak ada jalan keluar bagi Abu Nawas kali ini.
Keesokan harinya, Abu Nawas muncul di istana dengan penuh percaya diri. "Saya telah memutuskan, Baginda," kata Abu Nawas. "Saya akan memilih untuk diusir... sehari setelah saya meninggal."
Seluruh pengadilan terdiam, terkejut oleh jawaban Abu Nawas. Baginda Raja, yang awalnya terkejut, tidak bisa menahan tawanya. Bagaimana mungkin ia mengusir seseorang dari kerajaan setelah mereka meninggal?
Dengan kebijaksanaannya, Baginda Raja menyadari pelajaran yang diberikan Abu Nawas: bahwa keadilan harus dilakukan dengan bijak dan hati-hati, tidak boleh tergesa-gesa berdasarkan emosi.
"Baiklah, Abu Nawas," kata Baginda Raja sambil tersenyum. "Kamu telah membuktikan poinmu dengan cerdik. Kamu bebas dari hukuman, tetapi jangan sampai ada lagi kekacauan yang kamu buat."
Kisah ini, seperti banyak petualangan Abu Nawas lainnya, menyebar luas di kerajaan, mengingatkan semua orang tentang pentingnya kecerdikan, kebijaksanaan, dan humor dalam menghadapi kesulitan.