"Pertalite ada, mas?" tanya sang sopir dengan harap.
"Kosong mas, sedang dalam perjalanan," jawab petugas SPBU, sambil terus melihat ke arah jalan yang sepi dari truk tangki.
"Jalan pakai apa?" sang sopir semakin penasaran.
"Ya pakai truk tangki lah," jawab petugas dengan nada yang mulai kehilangan kesabaran.
"Kok gak datang-datang?"
"Ya karena truknya sedang antri solar, mas."
Sang sopir, yang kini mulai kehilangan logika, bertanya lagi, "Lha petugas yang jual solar kemana?"
"Lagi antri makan di warung sebelah," jawab petugas sambil menunjuk warung yang terlihat dari SPBU.
Merasa perutnya ikut berbunyi, sopir tersebut bertanya lagi dengan nada yang semakin tidak masuk akal, "Lha kok lama banget antri makannya, emang yang punya warung mana?"
Petugas SPBU, yang sekarang mulai terlihat terhibur dengan pertanyaan-pertanyaan itu, menjawab, "Lagi antri minyak goreng mas, buat nggoreng tempe."
"Lha yang jual minyak goreng mana?" sang sopir tidak menyerah.
"Nunggu kiriman minyak goreng mas, mobilnya yang antar lagi antri Pertalite," jawab petugas sambil tertawa.
Dalam sekejap, tragedi di SPBU tersebut berubah menjadi sandiwara yang penuh ironi. Ternyata, semesta pun ingin ikut bermain lelucon di bulan Ramadan ini. Semua terhenti karena antrian, dari minyak goreng hingga Pertalite, semuanya terhubung dalam sebuah lingkaran absurd yang tak terduga.
Bahkan, di kejauhan, kabar beredar bahwa truk yang mengantre solar itu ternyata sedang menunggu sopirnya yang ikut antri untuk salat Jumat. Namun, sang imam pun tak kunjung datang karena dia terjebak dalam antrian di SPBU yang sama, mencari Pertamax yang kabarnya lebih cepat karena pembayarannya bisa pakai bacaan 1 juz Alquran.
Di hari yang penuh berkah ini, semua orang di SPBU itu belajar satu pelajaran penting: Sabar itu indah, terutama ketika sabar menunggu di antrian, karena siapa tahu, mungkin saja di ujung antrian ada kejutan berupa voucher minyak goreng gratis atau setidaknya, sebuah cerita humor yang bisa dibagikan kepada teman-teman saat berbuka puasa.