Pertama, Tunjung EW sepertinya hanya mempertimbangkan satu sisi dari perdebatan ini, yaitu keunggulan soal esai dibandingkan pilihan ganda. Meskipun soal esai dapat mendorong siswa/mahasiswa untuk berpikir lebih kritis dan mendalam, dia tampaknya mengabaikan beberapa aspek penting. Misalnya, dia tidak membahas bagaimana soal esai dapat memakan waktu lebih lama dalam pemberian nilai, yang dapat menghambat efisiensi dalam penilaian.
Kedua, Tunjung EW juga tidak mempertimbangkan perbedaan dalam kemampuan menilai dan mengoreksi soal esai. Dalam praktiknya, mengoreksi soal esai bisa menjadi tugas yang sangat subjektif dan memakan waktu, terutama jika jumlah siswa banyak. Dia juga tidak membahas bagaimana masalah subjektivitas dalam penilaian dapat menjadi kendala dalam adopsi soal esai.
Ketiga, Tunjung EW mencoba mengaitkan penggunaan soal pilihan ganda dengan menurunnya minat literasi di negara tersebut tanpa memberikan bukti konkret.