Pada suatu ketika, Lara mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi pribadi bersama Dr. Aldi mengenai skripsi yang sedang ia garap. Sebuah kedekatan mulai terjalin. Dari diskusi akademik, beralih ke obrolan ringan tentang kehidupan, musik, dan impian. Lara mulai menyadari bahwa ia jatuh hati kepada dosen ini. "Sampai saat ini tak terpikir olehku, aku pernah beri rasa pada orang sepertimu," gumam Lara dalam hati.
Namun, Dr. Aldi memiliki satu sisi yang tidak diketahui banyak orang. Setiap senyuman, tutur kata yang sempurna, dan keramahannya ternyata hanyalah topeng. Ia terkenal sebagai pria playboy di kalangan teman-temannya. Tak sedikit wanita yang jatuh ke pelukannya, termasuk mahasiswi.
Dengan rasa percaya diri yang mendalam, Lara mulai mengungkapkan perasaannya. "Seandainya sejak awal tak kuyakinkan diriku," katanya sambil menatap mata Dr. Aldi. Namun, reaksi Aldi tak seperti yang diharapkan. Ia tersenyum sinis dan menjauh. "Aku bukanlah orang yang tepat untukmu," ujarnya dingin.
Lara, yang merasa diberi harapan oleh Aldi, merasa hancur. Ia merasa telah tertipu oleh tutur dan cara Aldi yang manis. "Bagaimana dengan aku terlanjur mencintaimu? Yang datang beri harapan, lalu pergi dan menghilang," sesal Lara.
Beberapa hari kemudian, Lara mendengar kabar bahwa Dr. Aldi telah pindah ke universitas lain tanpa pemberitahuan. Lara pun merasa semakin sakit hati. "Tanpa sedikit alasan, pergi tanpa berpamitan. Takkan kut'rima cinta sesaatmu," katanya dengan mata berkaca-kaca.
Namun, kehidupan harus terus berjalan. Lara memutuskan untuk melupakan Dr. Aldi dan fokus pada studinya. Dengan dukungan dari teman-temannya, ia berhasil menyelesaikan studinya dengan gemilang dan memulai kehidupan baru yang lebih baik. Meskipun hatinya pernah terluka, Lara percaya bahwa cinta sejati masih menunggunya di suatu tempat.
* Terinspirasi lagu Mahalini "Sial" *