Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Rebutan Asset Eks-wilayah Pemekaran Menelan Korban!

23 Januari 2010   13:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:18 108 0
[caption id="attachment_59516" align="alignleft" width="300" caption="amuk para demonstran"][/caption] Malam ini, saya menangis !!! dikarenakan sebuah potensi konflik.

***

PALOPO - Sebuah SMS ke Ponsel saya, “… Salam perjuangan. Diharapkan dukungan kawan2 terhadap kami yang ditahan di kantor Polres atas aksi tadi pagi…” Pesan singkat itu berasal dari adik-adik mahasiswa Kota Palopo, Sulsel yang memang punya temali emosional dengan saya. Kebetulan saat ini saya berada di luar kota sehingga duduk persoalan yang tengah mereka perjuangkan belum saya ketahui secara pasti. Kabar berikut yang saya peroleh sebanyak 14 orang pendemo ditahan.

Dari hasil telpon-telponan, saya mendapatkan info bahwa mereka mendemo pembangunan sebuah hotel di atas asset eks Pemda Luwu yang terletak di jantung Kota Palopo. Untuk diketahui bahwa Pemda Luwu telah memekarkan diri menjadi empat wilayah administrasi yakni Kabupaten Luwu Timur, Utara, Luwu (selatan) dan Kota Palopo.

Kami yang bermukim di sini (eks-wilyah pemda luwu) merasakan manfaat dari pemekaran tersebut. Tapi sayangnya masih ada hal yang belum tuntas dibicarakan oleh para kepala daerah kami salah satunya, yakni pembagian asset. Pada tahun 2006 sempat terjadi polemik antara Pemkot Palopo dengan Pemkab Luwu (selatan) berkenaan dengan asset tersebut, namun entah bagai-mana penyelesaiannya. Tak ada kejelasan hingga saat ini, maka seperti mahasiswa-mahasiswa itu, warga Kota Palopo pun merasa bahwa asset eks-Pemkab Luwu pun milik warga Kota Palopo.

Dan karenanya pembangunan hotel di atas asset tersebut oleh rekanan Pemkab Luwu (selatan) pun menuai protes mahasiswa Palopo. Anehnya seorang kawan yang kebetulan aktivis/ praktisi hukum bernama Yertin Ratu, mengatakan kepada saya bahwa hotel tersebut belum mempunyai IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Mendengar info ini, saya bertanya dalam hati, loh … koq bisa membangun tanpa izin! Ini jelaslah sebuah arogansi pemilik modal dan ketiadaan ketegasan Pemkot Palopo dalam menertibkan pembangunan di dalam wilayahnya.

Mungkin semua itu yang membuat para mahsiswa itu marah dalam aksinya. Mereka merobohkan pagar (seng) secara bersama-sama. Marah …. Menyaksikan ketidak-adilan.

Tapi sayangnya, mereka lupa bahwa hokum formal (KUHP) tak menolerir perbuatan main hakim sendiri seperti itu. Tapi haruskah kita melihat persoalan secara hitam-putih semata tanpa menyelami hal yang melatari terjadinya peristiwa itu??? Mereka bukanlah penjahat tapi orang yang tengah menuntut keadilan. Salahkah pihak kepolisian Kota Palopo, sama sekali tidak. Karena sudah demikianlah tugasnya. Dan seharusnya seperti itu !!!!

Yang membuat saya menangis yakni pelaporan pidana atas aksi tersebut justru dilakukan oleh Asisten III Pemkab Luwu (Selatan). Seakan mahasiswa itu bukan adik-adik mereka dan karenanya beliau tak bertanggung-jawab untuk membinanya. Yang tak perlu diberi pemahaman atas kekeliruan mereka dalam menatap persoalan atas asset daerah (seandainya ada). Terlebih lagi, seakan kami eks warga Pemkab Luwu sudah tak bersaudara lagi.

Sedihnya justru kejadian ini terjadi pada hari ini. Hari dimana kami meyakininya sebagai hari ulang tahun Tanah Luwu. Kami menyebut tanggal 23 Januari sebagai Hari Perlawanan Rakyat Luwu. Saat yang kami gagas sebagai identitas kolektif yang diharap akan menjadi energi yang akan mempersatukan kami dalam satu wadah bernama Provinsi Tanah Luwu. Tapi …..................

Sekali lagi, saya menangis di hari jadi Luwu !!!!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun