Berulang kali wawacara GJA tentang “Membongkar Gurita Cikeas” ditayangkan oleh stasiun tivi. Dan setiap kali itu pula selalu diwarnai perdebatan dengan nara sumber lain. Perdebatan tersebut hanya berpendar pada satu hal utama yakni kesahihan data yang dijadikan dasar tudingan GJA. Oleh mereka yang ragu menyebut data yang disuguhkan oleh GJA sebagai data sekunder, malah ada yang menyebutnya dengan “katanya”. Saya kira semua itu cukup mengejek.
Kendati demikian, GJA tidak sedikitpun bergeser dari keyakinannya bahwa tudingannya itu adalah sebuah realitas yang didukung oleh data yang sahih. Dalam wawancaranya bersama dengan Rusdi Mathari (Kompasiana, 3 Januari 2010), seperti ini cuplikan wawancaranya : ….....
Rusdi Mathari :”… Banyak yang mempertanyakan keilmiahan buku Anda ini? “
GJA”… Bagi saya, segala macam itu sering dibelenggu orang sekolahan. Terusterang, buk saya tidak berpretensi untuk seilmiah mungkin. Buku saya merupakan ilmiah populer, dalam arti menggunakan data, bahasa supaya kita bisa melihat apa yang sedang terjadi. Saya kira untuk melawan kekuasaan kita perlu berhias. Di stasiun TV dikatakan ada cover both side, which side? Artinya saya mendahulukan meng-cover the exploited side. Kalau itu dikatakan tidak ilmiah, kita bisa berdebat tentang paradigma. Tidak ada paradigma tunggal.
Rusdi Mathari:” …. Soalnya, Anda dianggap banyak menggunakan data sekunder?”