Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Artikel Utama

Urgensi Moratorium Hukuman Mati (Kado Terakhir untuk Mary Jane Cs)

2 Mei 2015   23:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:26 362 1

Masih ingat kasus Ruben Pata Sambo ? Ya, Ruben Pata Sambo dan anaknya Markus Pata Sambo adalah terpidana kasus pembunuhan yang di vonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Makale Tanah Toraja pada tahun 2006 dan dikuatkan oleh Mahkamah Agung pada tahun 2008. Kasus ini bermula pada Desember 2005 menjelang Natal, terjadilah pembunuhan dan pembantaian satu keluarga yakni Andarias Pandin (38 tahun ketika tewas), Martina Labiran (33 tahun), dan Israel (8 tahun anak pasangan Andarias dan Martina). Pembunuhan dan pembantaian ini mengarah pada keterlibatan Ruben dan Markus berdasarkan motif penguasaan tanah dan rumah adat atau Tongkonan (Toraja). Ruben dan Markus masih mendekap di dua LP terpisah. Ruben berada di LP Kelas 1 Lowokwaru Malang, sementara Markus si anak berada di LP Medaeng Malang Sidoarjo Jawa Timur. Pucuk dicinta ulampun tiba, adalah Pdt Andreas Sutiono, pembimbing rohani Lapas Lowokwaru, Kota Malang yang mendapatkan mandat dari Ruben dan Markus untuk menyampaikan ke depan khalayak bahwa Ayah dan anak tersebut hanyalah korban salah tangkap dari peradilan sesat yang ada di indonesia. Menurut Pdt Andreas ada 30 Desember 2006, empat orang yang ditangkap polisi membuat pernyataan tertulis bermeterai yang menyebut bahwa Ruben dan anaknya bukan otak ataupun pelaku pembunuhan yang terjadi di Tanah Toraja itu. Keempat orang itu mengaku sebagai pembunuh yang sebenarnya.
Yang membuat pernyataan adalah Yulianus Maraya (24), Juni (19), Petrus Ta’dan (17), dan Agustinus Sambo (22). Mereka adalah warga Jalan Ampera, Makale, Tanah Toraja. Keempat pelaku tersebut sudah menyesali perbuatannya dan mengaku telah membunuh keluarga Andrias dan siap menerima hukuman setimpal,
namun pada tahun 2008, upaya Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung pernah diajukan, namun ditolak oleh hakim M Hatta Ali, Dirwoto dan Djafri Djamal (putusan PK No. 70/2008). Alasannya novum (bukti baru) yang diajukan bukanlah bukti baru yang sudah pernah digunakan pada persidangan. Berdasarkan penolakan PK tersebut maka Ruben dan Markus tinggal menunggu kematian (eksekusi hukuman mati) terhadap kejahatan yang sama sekali tidak pernah dilakukannya (jika merujuk terhadap pengakuan 4 Pembunuh sebenarnya diatas).

Dari data dan fakta terkait dengan kasus Ruben dan Markus diatas sungguh merupakan suatu ketidakcermatan Institusi Penegak Hukum yang diberikan kewenangan melalaui undang-undang untuk menyelenggarakan proses peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Penulis berkeyakinan bahwa peradilan yang diselenggarakan pada kasus Ruben dan Markus di Tanah Toraja Sulawesi Selatan belum memenuhi unsur fair trial sehingga belakangan ditemukan pelaku yang sesungguhnya, apalagi berdasarkan laporan KontraS Selama pemeriksaan/penyidikan di Kepolisian korban diperlakukan sangat buruk disiksa dipaksa mengakui pembunuhan, ditelanjangi bahkan tangannya yang sedang patah menjadi sasaran penyiksaan tersebut. Kedua terpidana diatas, adalah korban rekayasa kasus. Rekayasa terjadi pada Pertama, tuduhan terhadap Ruben sebagai dalang pembunuhan berencana tingkat I, sejumlah saksi tidak pernah dihadirkan ke persidangan di Pengadilan Negeri Makale, kesaksian menggunakan “pengakuan” terdakwa saat di Kepolisian. Pengakuan ini penuh dengan rekayasa dan intimidasi oleh anggota Kepolisian Polres Makale Tanah Toraja, sejumlah kekerasan terhadap Ruben dan Markus dipengadilan dan dipenjara yang secara sengaja dilakukan dan disponsori oleh anggota Polisi dan petugas LP. (Lap KontraS 13-06-2013).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun