Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Waktu sebagai Penyembuh

25 Mei 2020   10:17 Diperbarui: 25 Mei 2020   10:08 46 0
Jika kau memandang jauh ke arah pegunungan, yang hijau sejuk seperti musim kemarau yang disapa hujan seminggu, atau rambat tumbuhan yang memanjat pohonan berbuah merah, maka itu adalah gendola. Seutas lembayung pada teduh tatap matamu dan tatapku yang memekarkan matahari sehangat pelukan.

Orang-orang mengeluh tentang hari raya, tentang salaman yang dilarang, juga temu yang ditahan begitu kepalang. Namun, kau tahu, cara terbaik menghadapi cobaan adalah penerimaan. Cinta yang diajarkan Ali tak pernah memaksakan, selamanya merelakan, selamanya menerima perasaan. Mari kita percayakan segala pada mereka di garis terdepan, juga pada waktu sebagai penyembuh.

Jika kau memalingkan pandang pada lautan, rasakan pula angin buritan, dan suara debur ombak yang menggema di debar dadaku. Di sana kerinduan memendam hasratnya serupa pelaut eropa yang enggan menarik sauh, meskipun aroma cengkih dan pala sudah terendus. Di sana pun cinta berulangkali menumbuhkan senyummu sehingga lebaran kali ini aku benar-benar memenangkan perasaan. Kesetiaan di tengah wabah selain pada Tuhan, adalah pada dirimu yang penuh kedamaian.

Di akhir sajak ini, sebelum semua kembali pulih, dan kita bertemu lagi, aku ingin percaya bahwa pandemi tak bisa membuatku berhenti atau sekadar lelah mencintaimu. Sebab ujian ini lebih tak berarti dari air matamu yang menolah untuk kuusap dan kusandarkan dalam dekap lenganku. Padamu selalu, cintaku berguru.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun