/1/
Pukul lima, selagi pagi masih buta
Kubuka jendela
Orang-orang masih terlelap sambil berdesah dan menggeliat, menggaruk diri dalam mimpi.
Di atas kepala, di langit yang semakin pucat pasi
Bintang-bintang memudar
Lenyap dalam halimun yang bertabur di ufuk timur
/2/
Di cakrawala sana
Horizon terkepung oleh kabut asap kelabu
Yang merangkak dari bumi ke langit seperti awan merayap tak menentu
Samar-samar terhampar tanah yang akan menjadi perkebunan baru
Sebuah dataran sunyiyang mati tanpa warna
Tempat semua yang pernah hidup telah ditumpas, dibakar, dimusnahkan
/3/
Pohon tua yang anggun, rotan yang penuh duri, daun yang mewangi,
Ular, semut, kelabang, kalajengking
Melilit, merayap, melata, dan berkembang biak di kaki hutan
Baru saja binasa, lebur dalam api kemerahan
/4/
Api telah membawa kemusnahan yang mengerikan
Lautan api yang menggelegar seperti gelombang kobaran amarah
Menjilati di sekujur tubuh pohon yang lesu, melahap rakus rerumputan kering
Lalu angin mengencang, menghembus sehingga api menyala hebat
Melahap sisa-sisa yang masih ada
Onggokan asap naik tinggi ke udara dan jatuh menyebar dihalau angin di atas tanah yang murung
/5/
Udara bersih tak lagi ada
Asap menjelma menjadi bayangan kelabu yang mengepung kota
Menakuti dan menteror para penduduk di mana-mana
Menjerat dan mencekik urat leher mereka
Kami menghirup udara serasa di neraka.
/6/
Kini terhamparlah tanah itu, gundul, kosong dan kesepian
Menantikan sebuah peradaban yang akan tumbuh.