Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Pilihan

Putik Bunga Semanggi

14 Mei 2014   17:54 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:31 123 5

/1/di jalan Semanggi,

purnama tak utuh,

lalu meleleh

pada garis-garis waktu yang keriput

menyulam malam dalam dendam

mengeringkan lupa

bukan,

bukan komedi, kawan!

kami menyebutnya tragedi

_sejauh jejak menapak

di sini, tak jauh dari ingatan

anak-anak bumi berteriak parau

dihalau gas airmata dan peluru

dihujani mesiu

putik bunga semanggi,

bunga-bunga pertiwi yang menggigil

/2/ di jalan Semanggi,

mengelupaskan mimpi-mimpi,

dikulit tipis memori

kepul asap bedil murka

menyetubuhi anak-anak bumi

burung-burung gagak bersiul

lebih menyanyikan bau amis kematian

di beranda keangkuhan alat penguasa

putik bunga semanggi,

membatu di gerbang fajar

_ditanah yang aku huni

kuasa adalah ambisi

memakan anak-anak pertiwi

memakan mimpi

memakan matahari

jangan pernah kau berkhayal mimpi meniduri matahari, kawan.

tidak!

/3/ ditanah yang aku huni

kelicikan bekerja rapi

menculik dinginnya sunyi

bahkan menggigit pagi

entah bagaimana lagi

aku menafsirkan suara hati ini

_kini aku ingin menjenguknya lagi

meski hanya lewat puisi

mengukir ingat,

sesobek kenangan negeri ini

puisi dipersembahkan kepada para ‘pasukan moral’ korban tragedi semanggi 1998:

Yap Yun Hap, Teddy Wardhani Kusuma, Bernardus Realino Norma Irawan, Sigit Prasetyo, Engkus Kusnadi, Muzzammil Joko, Ugas Usman, Abdullah/Donit, Agus Setiana, Budiono, Dodi Effendi, Rinanto, Sidik, Kristian Nikijulong, Hadi, dkk.

Kawan, berteriaklah, walau dari di dalam kuburmu... !

sumber gambar illustrasi lihat disini

(Syafriansah Viola, Kuala Tungkal, 14 Mei 2014)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun