//
diluar jendela,
dibawah temaram lampu jalan
purnama yang mengenakan blus putih tipis,
melangkah basah bersama pungguk,
menembus rintik-rintik hujan
lalu ditelan debu malam
//
mereka pun berhenti di halte bus,
dan berkatalah purnama
kepada pungguk, “kau basah kuyup!”
“kau juga...wajahmu pucat pasi.” balas pungguk.
dilihatnya kembali wajah itu,
lalu tertunduk
//
mereka meneruskan jalan menuju pulang tanpa kata,
seraya menyembunyikan segumpal rasa,
yang entah apa,
hanya liukan angin yang bisa menjelaskannya,
//
saat tiba di rumah diatas bukit itu,
berkatalah pungguk sambil
mengeluarkan sehelai sweater dari dalam tasnya,
“kita jemur saja pakaian kita yang basah.
besok pasti kering. aku bawa sweater bersih yang baru ku cuci kemarin.
kau bisa memakainya untuk tidur.”
“terimakasih...pungguk!”
//
di sepertiga malam itu,
purnama pun tertidur pulas berbalut awan gelap
pungguk merasai sejuk,
berdiri menatap keluar jendela,
menjemput kesendiriannya,
di ranting-ranting waktu
(Syafriansah Viola, Kuala Tungkal, 19 Mei 2014)