Bagi Israel, pimpinan Palestina paling baik dan paling fleksibel adalah yang mengatakan “Jika sesuatu tidak boleh dengan perundingan maka akan halal dengan yang lebih dari perundingan, bahwa kehidupan adalah perundingan, perlawanan adalah sia-sia dan lebih kepada aksi penghancuran.” Pimpinan itu kini sudah memasuki lini satu arah menuju negara boneka Israel yang berdiri di dalam batasan tembok yang dibangun Israel.
Sementara kondisi Arab, mengalami penurunan drastis yang justru berpihak kepada pilihan-pilihan Israel, baik karena yakin atau karena pengaruh Israel.
Di sisi lain, kelompok perlawanan mengalami krisis internal. Hizbullah mengalami terkungkung oleh kondisi internal yang rumit. Hamas sendiri tertawan di Jalur Gaza. Benar, bahwa keduanya memiliki kekuatan senjata yang membuat Israel geram. Namun kekuatan itu belum bisa keluar dari lingkaran target menuju kondisi lebih baik. Hanya tersisa kekuatan nuklir Iran yang masih berada di posisi prioritas.
Dalam kondisi seperti ini, tidak heran Netanyahu makin menyeringaikan taringnya dan memaksakan syarat-syaratnya. Terutama yahudisme negara Israel yang belum pernah ia sampaikan sebelumnya. Bahkan usulan ini pernah ditolak oleh Amerika ketika Israel resmi berdiri tahun 1948. Netenyahu meminta agar menghapus hak historis Palestina di tanah air mereka, meminta menganulir semua riwayat sejarah Palestina secara total (bahkan Netanyahu meminta ganti rugi penjajahan Arab dan Islam kepada Palestina yang merupakan tanah Israel selama ini). Lebih dari itu, UU itu mengancam warga Palestina ’48 termasuk undang-undang sumpah loyalitas.
Cerita tentang prinsip dasar Palestina yang dibicarakan oleh elit Otoritas Palestina di Tepi Barat, mereka semua sudah mengalah dari hak kembali pengungsi Palestina. Bahkan sebagian elit Otoritas menyatakan tidak menolak hak yahudi di tanah Palestina. Kemudian elit otoritas itu menyatakan kepada lobi yahudi di Amerika bahwa “silahkah Israel menamakan apapun negara mereka sekehendak mereka,”. Mereka menerima bertahannya pemukiman yahudi atas nama pertukaran tanah. Inilah yang mendorong Lieberman menyampaikan gagasan perubahan perbatasan wilayah, pertukaran warga, dimana permukiman yahudi di wilayah Palestina jajahan 48 akan dipindah ke Tepi Barat melalui perubahan sejumlah perbayasan. Elit Palestina akan menerima karena dengan RUU baru usulan Lieberman ini akan mengubah taraf hidup sebagain wrga Palestina.
Ini rencana integral yang akan menghapus Palestina. Pertama, melalui pengalihan konflik perbatasan lewat program Netanyahu – Fayyad (perdamaian ekonomi dan pembangunan lembaga). Setelah itu dilanjutkan dengan menghilangkan permukiman Palestina di wilayah 48.
Ini yang mereka fikirkan. Namun lain mimpi dan lain realitas. Sebab kesengsaraan Palestina dan Arab tidak berlanjut lama. Bangsa Arab akan mengetahui jalannya membebaskan diri. Mereka akan kembali menemukan pilihan dan rutenya sehingga akan memasuki fase baru yang berbeda yang bisa membalikan meja di muka Israel dan para pendukungnya.
Bangsa Palestina sangat konsisten mempertahankan tanah airnya. Mereka tidak akan menjadi suku Indian merah. Mereka telah mengorbankan para syuhada, pengorbanan terbaik untuk mengembalikan hak mereka. Lieberman dan Netanyahu atau yang lain, tidak akan bisa memaksa mereka untuk menyerah, apalagi setelah ruh keimanan dan tsaqafah (budaya) berani mati syahid telah mendarah daging dalam diri bangsa Palestina.