Maaf, aku lebih sering menambah angin pada bara api dari amarah yang aku ciptakan sendiri.
Maaf, aku masih terlalu dini untuk mengerti seperti apa dirimu ini.
Maaf, aku selalu seperti anak kecil yang memilih memunggungimu saat kamu mencoba menjelaskan segala keliru yang ada agar lebih baik.
Maaf, kalau aku sering ngambekan, cuek dan gak peduli.
Dan maaf, aku juga belum bisa jadi yang pengertian.
Yang belum dewasa memaknai setiap masalah dan belum bijak dalam mengambil sebuah keputusan.
Setiap kali marah bukannya aku mengancam, hanya saja aku sedang tidak punya pilihan dan lebih memilih membiarkan apa yang ingin terjadi, terjadi saja. Aku lebih memilih pasrah agar jika segala kemungkinan buruk dalam bayang itu terjadi, aku akan lebih cepat mencari penawar untuk lekas memulihkan diri.
Aku sudah terlampau sering menelan pahitnya kegagalan, kehilangan rasa percaya tersebab sering dikecewakan, juga sangat kelelahan untuk memulai lagi dari awal. Itulah mengapa aku selama ini menutup diri, serta berhati-hati untuk mendekatkan diri. Inilah hal paling aku takuti.
Jika kamu kewalahan dengan semua ini, aku bisa mengerti bahwa semua ada masa lelahnya. Tapi jika siap pergi, maka pergilah dengan meninggalkan kejelasan, bukan jejak kenangan. Jadi ku harap, mengertilah.
Pahamilah bahwa wanita ini bukan tak bisa menjadi pemaaf. Bukan juga pula doyan marah-marah. Ia hanya seperti takut kehilangan pegangan. Dan ia ingin meminta kamu sejenak mengerti dan jangan diam saja. Ia sudah tak lagi marah, sekarang ia menginginkanmu datang.