Pendapat ini berawal dari beberapa kejadian yang ada di situs jejaring sosial dunia maya, salah satunya disini saya membicarakan tentang Facebook, yang merupakan situs jejaring sosial dengan pengguna terbanyak dan termasuk saya juga pengguna aktif di dalamnya.
Terlepas dari begitu banyak terbitan-terbitan status atau bentuk kiriman lain yang tersedia di dalam Facebook, yang bisa berbentuk ungkapan curahan hati, rayuan, kata-kata bijak, kata-kata motivasi, prosa, sindiran, puisi, sajak, ungkapan kesal, bahkan kemarahan dan berbagai macam lainnya, di dalam Facebook, kita juga pernah dan mungkin sering membaca status atau kiriman lain yang berbentuk do'a.
Do'a atau berdo'a. Ya, setiap individu dewasa yang sudah mengenal akan siapa Tuhan yang menciptakannya, pastilah tahu akan do'a dan pernah berdo'a, baik do'a meminta perlindungan, petunjuk, permohonan atau permintaan-permintaan lain kepada Tuhannya. Berdo'a bisa dilakukan dimana saja, dalam hati ataupun terucap dan bisa dalam bahasa apa saja.
Namun apakah do'a? Apakah suatu pembicaraan? Suatu pujian? Permintaan, permohonan, dialog, ungkapan syukur, pengharapan dan atau ratapan sesal?. Sedikit yang mencoba memaknai, menyadari dan menikmati do'a sebagai saat khusyu' bersatu dengan Tuhan sang pencipta, Allah.
Di dalam Facebook, begitu banyak kita menemukan terbitan status atau kiriman lain yang berbentuk do'a atau permintaan kepada Allah. Itu semua bagus, karena menandakan bahwa kita masih selalu ingat akan kekuasaan Allah, hingga di Facebookpun juga bisa dijadikan sebagai tempat untuk berdo'a.
Namun, apabila itu sekedar do'a yang hanya mengharapkan peng'amin'an dan atau hanya untuk mendapatkan dukungan dalam bentuk tanda 'suka' dari teman-teman sejaringan di dunia maya (karena, seperti di Facebook, memang hanya ada dua opsi didalamnya, yaitu sebuah komentar atau acungan jempol tanda menyukai), maka semua do'a-do'a tersebut mungkin hanya akan menjadi tulisan pencari perhatian saja, tanpa makna yang hakiki.
Mengapa saya katakan mengharap peng'amin'an? Karena kita semua pastilah tahu, bahwa tidak satupun pengguna Facebook yang tidak akan menunggu pemberitahuan-pemberitahuan tentang siapa yang mengomentari dan apa isi komentar serta siapa yang menyukai status atau kiriman yang diterbitkannya (hukum 'alam' dunia maya).
Pertanyaan, bukankan gembar-gembor do'a di Facebook hanya akan mengurangi kekhusyukan? Bukankah itu akan menjadi tulisan-tulisan yang hanya sebagai penghias dinding dunia maya, bukannya penghias dinding kalbu? Dan bukankan ruang jejaring sosial itu terlalu sempit untuk menjawab semua do'a-do'a dan permintaan kita yang sangatlah banyak dan besar?
Dalam tulisan ini, saya hanya menyampaikan pendapat dan juga mengajak kepada kita semua, untuk lebih bisa memaknai dan menempatkan sesuatu sesuai pada tempatnya. Seperti judul di atas, Memaknai Do'a, maka marilah kita berdo'a dalam kekhusyukan, ketenangan dan konsentrasi, agar kita bisa merasakan kehadiran Ilahi dan memaknai isi do'a secara hakiki.
Tentunya kita tidak ingin menjadi pribadi yang kosong dan labil, sehingga kemana-mana Tuhan dicari, sementara Allah itu ada di setiap relung hati terdalam.
Salam.