Arsitek Indonesia mestinya mampu mengetengahkan karya dengan nilai simbolik-metaforis Arsitektur yang tertinggi dalam perencanaan gedung DPR ini, seperti arsitek Suyudi telah merancang gedung MPR yang kita banggakan itu atau gedung Asean yang berundak mengadopsi konsep kamadatu-rupadatu-arupadatu candi Borobudur sebagai wastu purusa mandala. SOLUSI Tidak ada kata terlambat untuk mega-proyek DPR ini bila disadari bahwa proses perencanaan menanggung beban resiko yang besar terhadap kegagalan proyek secara keseluruhan , baik kegagalan pemanfaatannya , terlalu besar biaya maupun kegagalan politis bagi DPR sebagai sebuah lembaga tinggi Negara karena tidak dipercaya lagi gara-gara proyek ini tidak dikehendaki rakyat. Dengan adagium :lebih baik membongkar gambar daripada membongkar bangunan yang terlanjur jadi, maka upaya me-review karya rancangan yang sudah jadi itu adalah langkah terbaik , hal ini bukan hal yang tabu dalam proses pembangunan. Untuk mendapat ide-ide terbaik dari para arsitek kiranya dapat dilakukan sayembara terbuka dengan juri yang independen dan kompeten. Hasilnya berupa pilihan schematic-design yang terbaik dapat dipakai oleh Konsultan Perencana yang ada untuk membuat ulang design-development dan contract-document (gambar kerja) . Sudah barang tentu ada aspek legal-format terkait dengan kontrak perencanaan yang sudah ada dengan me-review ulang gambar yang sudah siap tender, serta aspek etika profesi dengan mengadakan sayembara baru untuk mendapatkan ide-rancangan yang terbaik, namun dengan dasar niat untuk menyelesaikan masalah dengan baik dan terhormat semua hal-hal tersebut kiranya bisa diatasi dengan bijak. Sangat memalukan bagi bangsa ini kalau proyek gedung DPR yang akan menjadi ikon Indonesia harus berujung di meja hijau , bisa jadi lengkaplah sudah icon Indonesia untuk menjadi Negara Gagal.
Ir.Alim Setiawan MA.IAI Arsitek-Antropolog Praktisi Arsitektur dan pemerhati budaya
KEMBALI KE ARTIKEL