Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bahasa

Menghidupkan Deskripsi dalam Fiksi 2: Ceritakan Pengetahuanmu!

13 Desember 2011   23:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:20 355 1
Oleh Suyatna Pamungkas

Setelah jauh pertemuan sebelum ini saya mengajarkan menghidupkan deskripsi dengan metafora, pada kesempatan kali ini saya akan menyuguhkan teknik menghidupkan deskripsi dengan cara yang berbeda. Beberapa genre tulisan sangat memerlukan cara ini, meski tak wajib, namun tak ada salah dan buruknya jika dicoba diaplikasikan ke dalam tulisan kita, terutama yang sedang menulis fiksi panjang seperti novel, roman, atau novelet.

Jika kita membedah novel inspiratif seperti punyanya Pramoedya Ananta Toer, Andrea Hirata, Ahmad Tohari, Habiburrahman El Shirazy, dsb,  maka kita akan menemukan suatu pengetahuan yang terkandung dari novel-novel ini. Tentu saja ini terkait dengan intelejensi dan kepekaan sang kreator itu sendiri dalam membubuhi tulisannya dengan satu ramuan yang lain, ramuan pengetahuan. Sepintas membaca openingSang Pemimpi, saya tercengang dengan deskripsi Andrea Hirata dalam rangka memasukkan pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya dalam tulisan fiksi. Supaya jelas, berikut saya sertakan betapa dahsyatnya Andrea Hirata mengolah pengetahuannya.

[***Daratan ini mencuat dari perut bumi laksana tanah yang dilantakkan tenaga dahsyat kataklismik. Menggelegak sebab lahar meluap-luap di bawahnya. Lalu membubung di atasnya, langit terbelah dua. Di satu bagian langit, matahari rendah memantulkan uap lengket yang terjebak ditudungi cendawan gelap gulita, menjerang pesisir sejak pagi. Sedangkan di belahan yang lain, semburan ultraviolet menari-nari di atas permukaan laut yang bisu bertapis minyak, jingga serupa kaca-kaca gereja, mengelilingi dermaga yang menjulur ke laut seperti reign of fire, lingkaran api. Dan di sini, di sudut dermaga ini, dalam sebuah ruangan yang asing, aku terkurung, terperangkap, mati kutu.]

Atau….

[***Kami masyarakat yang indeferen, berbagi dan bersinergi bersama. Seperti hubungan antara dua bundel barang, di mana konsumen mendapatkan kepuasan yang sama pada tiap-tiap titik kombinasi kuantitas kedua bundel tersebut. Pendekar-pendekar ekonomi mengenalnya sebagai kurva indiferensi. Di tempat kami, tempat yang kami sebut dan akui sebagai janabijana kami, masyarakat menjadi satuan konstelasi yang jalin-menjalin, serupa gugus rasi bintang nan sempurna. Elemen itu selalu berdekatan, senantiasa bersama-sama, bergotong-royong, bergandengan, berangkulan, rajut-merajut, dan saling tak terpisahkan satu sama lain. Tak ada pertengkaran, berselisih-tegang, permusuhan abadi, apalagi sakit-menyakiti sampai bunuh-membunuh. Semacam itu sama sekali tak ada di tempat kami. Akupun bersyukur, empat berkawan bersyukur, Bukit Bayur bersyukur, kami semua bersyukur. Mentalitiè yang sudah terbentuk dan lekat adalah bahwa kami semua bersaudara, kami semua berasal dari satu nenek moyang yang sama. ]

[***Awal adalah kekacauan dan kehampaan. Pada sudut yang jauh, kematian terdampar di punggung Nyx dan Erabus. Kehampaan, chaos, kegelapan, sunyi kosong yang terkutuk menetap pada jembatan panjang yang ujungnya entah. Sebuah keabadiaan yang sulit terjamah titik awal-pungkasnya. Gelap pekat. Lalu sepercik cinta Erabus dan Nyx mengukuhkan Ether heavenly light dan Day earthly light. Begitulah, hingga Gaea menyelimutkan dirinya sendiri dengan mencipta langit Uranus. Kemudian muncul dewa-dewa di Olympus, para titan, gigant, centaur, dan makhluk aneh lainnya. Bumi semarak. ]

Membaca potongan paragraf ini membuat kita semakin sadar, bahwa korelasi menulis adalah dengan membaca. Membaca membuat penulis mengerti banyak hal, membaca membuat penulis mampu menuliskan cerita dibubuhi pengetahuan yang mumpuni, membaca membuat penulis menghasilkan karya yang bergizi. Waduh, repot juga kalau begitu dong, menjadi penulis dituntut banyak tahu hal. Idealnya begitu memang. Namun minimal menguasai bidang yang sedang ditulis, tujuannya jelas, agar kandungan cerita kita menjadi lebih hidup dan tidak terkesan sok tahu dan menulis ngasal begitu saja. Ya, menulis memang perlu referensi, minimal bidang yang sejalan dengan tulisan yang sedang dikerjakan.

Namun seperti yang saya katakana tadi, idealnya kita banyak tahu, kita membaca banyak bacaan dan tahu banyak hal. Nah, bagi yang tidak terlalu militant menulis, dan hanya punya sedikit waktu untuk melakukan pekerjaan ini, jangan berkecil hati dan jangan paksakan melahap buku-buku pengetahuan di luar bidang profesi Anda dan tidak Anda sukai. Silakan tumbuh menjadi penulis yang proporsional. Jika sekarang posisi Anda adalah guru, dan mendadak keranjingan menulis, maka bukan alasan meninggalkan pekerjaan guru demi menjadi penulis. Jadilah guru yang bisa menulis, dengan bekal yang ada dan pengetahuan yang dimiliki saat kini. Jika Anda seorang bankir, yang tiba-tiba juga gemar menulis, lakukan pekerjaan Anda sebagai bankir, dan sisakan waktu untuk menulis. Namun saya juga memberi apresiasi tinggi bagi Anda yang ingin total menulis, hanya dan hanya menulis. Nah, bagi siapa saja yang ingin menulis dan ingin (:seharusnya memang harus begini) memasukkan pengetahuan dan ilmu yang dimiliki ke dalam tulisan fiksi, berikut ini salah satu caranya. Ingat, salah satu. Artinya masih banyak sekali model-model yang bisa dilakukan selain cara ini.

Pertama, asahlah kepekaan kita terhadap segala sesuatu yang terjadi di sekitar kita. Tidak harus ilmu yang sifatnya sangat ilmiah, yang spiritual juga tak masalah. Ketika sedang di tengah jalan menulis novel, dan butuh asupan “gizi”, mulailah melakukan tindakan ini, peka akan segala sesuatu yang terjadi. Misalkan begini, saat saya mengikuti sebuah rapat di gedung rektorat lantai sepuluh, saat itu terjadi gempa Jakarta. Saya panik karena dalam benak pikir saya, saya pasti mati bersama puluhan profesor di ruang rapat. Bukan hanya saya, semua yang ada di ruang rapat tersebut pun panik, dan semburat berlari begitu kacau. Tiba-tiba salah satu teman saya, yang menjabat sekretaris dekan mengingatkan kepada kami semua, bahwa gedung rektorat dibangun dengan kekuatan tahan gempa hingga 10 SR.

Stop. Sekarang kembali ke pelajaran menulis. Dalam keadaan panik tersebut, saya menangkap satu informasi berharga bahwa gedung setinggi rektorat memiliki daya tahan gempa hingga 10 SR. Alhamdulillah sekali, saat itu saya langsung bisa mengaitkan peristiwa gempa dengan tulisan fiksi saya. Saya menuliskan setting tempat, apartemen (refleksi dari gedung rektorat) berlantai belasan, dan dalam deskripsi saya menuliskan bahwa apartemen ini memiliki kekuatan tahan gempa hingga 10 SR.

Kedua, rajinlah mecatat informasi yang menarik. Informasi menarik dapat datang dari mana saja. Di sini saya ingin mencontohkan media cetak saja, baik koran, tabloid, majalah, maupun buletin. Saat membaca salah satu koran Jawa Tengah, saya mendapatkan informasi bahwa di Boyolali ada yang disebut Pasar Sunggingan, yang setiap Selasa Pahing selalu ramai oleh penjual sapi; kemudian saya mengonversikan informasi tersebut ke dalam cerita yang sedang saya kerjakan menjadi begini:

Warga Bayur tumpah-ruah di sini, tidak tua tidak muda. Semua berjubal-jubal sesak seperti Selasa Pahing di pasar hewan Sunggingan, Boyolali.

Andrea Hirata juga melakuka metafora serupa, misalkan dia menggambarkan suasana sepi dengan kalimat: “……seperti Purbalingga malam Jumat Kliwon.”

Contoh serupa terjadi ketika saya membaca sebuah buku, kemudian saya mendapatkan informasi mengenai sosok Oscar Arias Shancez, tak tunggu lama, saya pun mengonversikan informasi berharga itu ke dalam cerita yang sedang saya tulis menjadi begini:

[***Demi keluarganya, ia harus menjadi figur seperti Oscar Arias Shanchez, motor pendorong perjanjian Esquipulas II yang dihadiahi nobel sehingga gengsi Kosta Rika di kancah dunia meningkat drastis. Semua itu tentu tak semudah berjanji, berkata-kata semata.]

Atau contoh potongan tulisan saya yang berbunyi begini:

[***Namun, banyak orang-orang besar yang telah mendahuluinya. Elko hanya satu di antara banyak orang yang berani bermimpi, seperti mereka: Helmi Yahya, si raja kuis Indonesia. Kemudian Mao Tse-Tung, seorang petani di desa Shao, propinsi Hunan, yang pada 1 Oktober 1959 berjasa memproklamirkan Republik Rakyat China. Atau Benito Musolini, diktator Italia itu, terlepas dari pro dan kontranya jelas pantas disebut orang yang luar biasa. Lalu Ahmadinejad, presiden pertama Iran. Kemudian penakluk luar biasa seperti Westerling, Deandlels, Jan Pieters-Zoon Coen. Sampai BJ.Habibie yang sejak lahir sudah tak berayah, namun  berhasil dengan IPTN-nya di Bandung. Dan sebagai pendamping hidup kelak, Elko sangat menginginkan sosok serupa Naomi Susan, bos besar Grup Ovis itu.]

Atau ketika saya tahu, bahwa Xinjiang adalah daratan yang paling jauh untuk menuju air laut terdekat, maka saya menulis cerita menjadi begini:

[***Ibarat gadis itu laut, dirinya adalah apuran di pelosok Xinjiang, entah bagaimana menujunya. Ibarat taman, gadis itu selalu menantikan hujan dan angin sejuk, sementara dirinya sementara ini adalah kekeringan yang mati-matian melakoni hibernasi musim kemarau, berbulan-bulan lamanya sampai nyaris mati sebagai makhluk dengan kisah kematian paling menggiriskan.]

Ketika saya tahu tentang desa Habaniyah, saya pun menulis dalam tulisan fiksi saya menjadi begini:

[***Mereka melangkah dengan anggun seperti sepasang pengantin sedang menuju desa Habbaniyah –sebuah desa di propinsi Anbar, Irak, yang dikenal sebagai resor tempat memadu kasih–untuk memenuhi janji berbulan madu. Seperti Xanthus dan Balius, sepasang anjing milik Akhiles yang hidup abadi, kini mereka adalah pasangan yang siap mencecap kasih dan asmara hingga ke altar keabadian, surganya Allah.]

Informasi yang kita dapatkan, dapat juga dikaitkan dengan metafora untuk menggabungkannya ke dalam cerita fiksi. Misalkan begini: (silakan lihat kembali materi mengenai menghidupkan deskripsi dengan menggunakan metafora)

[***Kemudian hatinya ingin menangis, menangis meratapi segala nasib yang sedang menimpanya kini. IBARAT sebuah kompetisi liga sepakbola, kini ia terlempar jauh ke jurang degradasi, jurang kemerosotan. Masa prestisius bersekolah, kini terpaksa ia tinggalkan.]

Atau…

[***Masih dengan curi-mencuri, Elko mendaratkan pandang ke sana. Gadis itu, di matanya, IBARAT tembikar yang sudah terlapisi glasir. Berkilap-kilapan menggoda, dan pasti berharga jual tinggi!]

Atau….

[***Lis merupakan semangatnya berangkat ke sekolah, Lis adalah semangatnya mengerjakan pe-er pe-er, Lis adalah gadis yang selalu ia tuliskan namanya di buku-buku tulis. Lis IBARAT tillandsia yang dilekatkan ke bonggol kayu, sangat cantik untuk dekorasi lobi apartemen atau interior rumah mewah.]

Atau…

[***Pernikahan IBARAT lalu lintas ibukota yang ruwet. Kecelakaan dalam sehari-harinya adalah kejadian yang wajar, tak seorangpun pernah mengharapkan itu terjadi. Dishub selalu memperbaiki manajemen lalu lintas agar lebih disiplin. Tetap saja hari per harinya terjadi laka-lantas. Dan tidak satu dua petugas diterjunkan langsung ke jalan untuk membantu melancarkan lalu lintas. Tetap, tetap saja angka kecelakaan masih tinggi. IBARAT pernikahan itu lalu-lintas, pertanyaannya: apakah rumah tangga harus diakhiri hanya karena terjadi satu kecelakaan di dalamnya?]

Atau…

[***“Aku peringatkan sekali lagi! Jangan salahkan aku, yang sampai sekarang masih mengangggur! Ini bukan inginku, bukan salahku. Siapa sangka pabrik sebesar itu bisa bangkrut…” matanya masih serigala, dan nafasnya tak beraturan. Dalam keadaan tertekan seperti itu Slamet SEUMPAMA pejabat publik melakukan defens ego karena ketangkap basah melakukan tindakan asusila.]

Atau…

[***Di setiap sekatnya ada jalan kecil yang dihiasi batu kecil warna putih. Segala hijau-kehijauan itu terkumpul dan ditangkap sekolam air jernih yang kemudian memantulkan kembali hijaunya. SEUMPAMA laut yang di permukaan airnya dijubeli plankton-plankton sahaja. Ujung-ujung sinar matahari menerabas masuk, namun tercegat di permukaan kolam, terhenti di situ.]

Atau…

[***Saat bersamaan bola-bola mata Chantika ternyata juga dirundung penasaran terhadap karyawan abahnya yang satu ini, ia juga mencuri-curi pandang. Brakkk-Dwarrrr! SEUMPAMA komet Shoemaker-Levy9 bertabrakan dengan Jupiter, bola-bola mata itu pun saling tertumbuk, kemudian meledak hebat, menggemparkan semesta. Aih, sungguh dosa! Elko pun kalang kabut mencari perlindungan, ke nanan salah, kiri juga. Sedangkan Chantika cukup berlindung dengan menenggelamkan wajahnya lebih dalam.]

Dan seterusnya……

Satu yang ingin saya tekankan di sini, bahwa semua informasi, sesederhana apapun informasi tersebut, dapat kita gunakan untuk memperkaya tulisan kita menjadi tulisan yang lebih bergizi. Hanya tahu kataDeutro Melayu, misalnya, itupun sangat bisa mempercantik tulisan kita.

[***….Tulang-tulang rusuknya tampak jelas, hanya terbungkus kulit tipis berpigmen ras Deutro Melayu.]

Akhirnya, ingin sekali saya tegaskan, bahwa pengetahuan dapat diperoleh dari mana saja, dan janganlah ragu memasukkan informasi atau pengetahuan tersebut ke dalam tulisan fiksi yang sedang kita kerjakan. Namun demikian, kita juga harus yakin benar dengan informasi atau pengetahuan yang kita dapatkan, pengetahuan tersebut harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, bukan pengetahuan yang sepintas dengar dan kebenarannya disangsikan.



WITH LOVE,

Suyatna Pamungkas

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun