----------------------------------------------------
"Dokter itu bukan Tuhan", demikian salah slogan yang disuarakan dalam aksi mogok dokter. Dalam aksi itu, mereka menyerukan menolak kriminalisasi dokter. Sementara di tempat lain ada pasien yang merintih, bahkan ada juga yang marah karena tak terlayani dokter. Lantas, siapa yang salah?
SANGAT betul dokter itu bukan Tuhan yang selalu pasti bisa menyembuhkan orang sakit. Karena bukan Tuhan, berarti dokter juga bisa berbuat salah. Karena bisa bisa berbuat salah, harusnya juga jangan ingin kebal hukum. Kalau ada kesalahan mestinya harus siap menerima risikonya.
Toh, dari profesinya para dokter sudah bisa mendapatkan penghasilan besar, terlebih sistem layanan kesehatan di Indonesia sangat liberal. Harga satu suntikan saja bisa bernilai jutaan rupiah (belum soal mahalnya harga obat dan rawat inap). Kalau ada satu dokter dihukum karena mala praktik, mestinya disikapi rasional secara hukum juga. Bukan dengan aksi mogok massal seperti yang terjadi belakangan ini.
Rasanya akan lebih bijaksana, jika para dokter juga mau memahami bagaimana kondisi psikologis masyarakat. Setidaknya, bersedia membaca hasil penelitian2 di Indonesia bahwa BIAYA KESEHATAN termasuk salah satu beban berat bagi masyarakat di tengah globalisasi dewasa ini. Bahkan, sampai ada istilah ORANG MISKIN DILARANG SAKIT.
Saya sangat hormat dan menghargai hak para dokter. Tapi saya juga prihatin dengan LIBERALISASI layanan bidang kesehatan serta RINTIHAN masyarakat. Untuk itu, semestinya para dokter tidak menggelar aksi HANTAM KROMO dengan mogok massal. LIBERALISASI layanan bidang kesehatan mestinya disikapi secara profesional juga. Kalau salah dalam pelayanan ya harusnya disikapi DEWASA dan BIJAKSANA.
Yang jelas, setiap profesi punya risiko masing-masing dan punya hak sama di depan hukum. Sudah ada aturan hukum dan etika khusus yang harus penuhi dokter ketika hendak menjalankan tugas profesinya. Tentunya, harus ada kesadaran tinggi dalam memahami risiko adanya gugatan hukum perdata dan pidana yang mungkin dihadapi. Artinya, kalau secara hukum ada dokter yang terbukti BERSALAH, ya harus bersedia masuk PENJARA. Tapi kalau tidak bersedia masuk PENJARA karena kesalahannya, sebaiknya tidak usah menjadi DOKTER. Pendek kata, harus ada kecedasan spiritual dalam membedakan makna kriminlaisasi dengan risiko gugatan pidana/perdata.
Singkat kata, para dokter harusnya rajin berkaca diri bahwa KWALITAS layanan kesehatan di Indonesia masih kerap mengundang KELUH KESAH masyaralat. Ironinya, pasien yang berkeluh kesah saja bisa MASUK PENJARA gara-gara CURHAT di iinternet - seperti yang di alami IBU PRITA. Karena itu, rasanya sangat tidak berlebihan bila Saya MENOLAK adanya AKSI MOGOK para DOKTER. Kalau ada DOKTER yang terjerat hukum karena KESALAHAN kerjanya, mohon disikapi melalui prosedur hukum, JANGAN SAMPAI mengorbankan KEPENTINGAN masyarakat umum. Dan saya yakin, di tengah LIBERALISASI layanan bidang kesehatan ini, masih ada DOKTER-DOKTER yang bijaksana seperti MALAIKAT.