Begitupun Wakil Gubernur Bangka Belitung Rustam Effendi, juga dinilai masuk dalam Poros Kejahatan serupa ketika ia membela Zakaria Umar Hadi, pemukul pramugari Sriwijaya Air Nur Febriani. Rustam Effendi bahkan sempat menyebut kasus Zakaria sebagai persoalan sepele.
Baik Luthfi Hasan Ishaaq maupun Zakaria Umar Hadi sama-sama berstatus tersangka dalam kasus pidana berbeda. Luthfi terjerat kasus korupsi dan pencucian uang. Sementara Zakaria terjerat kasus penganiayaan, setelah ia ditegur Nur Febriani untuk mematikan telepon genggam di dalam pesawat.
Nah, dalam konteks kasus hukum (pidana) demikian, adalah tidak pada kedudukan hukum, dan tak pula memiliki kewenangan hukum, seorang Rustam Effendi atau PKS dan kader-kader/simpatisan membela seorang tersangka.
Hanya tersangka/terdakwa dan advokat/pengacara saja yang memiliki kedudukan hukum dan kewenangan hukum untuk melakukan pembelaan terhadap dirinya/kliennya. Dalam kaitan ini, tersangka/terdakwa dapat melakukan pembelaan untuk dirinya sendiri secara langsung atau memberikan kuasa pada advokat.
Pengertian 'membela' di sini baik membela dalam jalur hukum di kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, maupun secara tidak langsung dengan menggerakkan opini publik guna mempengaruhi proses hukum. Varian lain melakukan pembelaan dalam bentuk lobi-lobi.
Bagaimana dengan PKS atau kadernya dan Wagub Babel Rustam Effendi? Dalam kaitan dengan suatu kasus pidana, mereka tak lebih hanya masyarakat kebanyakan, sekalipun Wagub adalah atasan Rustam Effendi, atau PKS adalah organisasi politik tempat bernaung Luthfi Hassan Ishaaq.
Pemosisian demikian ada kaitannya dengan para pihak dalam suatu kasus pidana. Setiap kasus pidana para pihaknya adalah warga dan negara melawan si tersangka/terdakwa. Dalam aksinya, negara di sini diwakili atau direpresentasikan oleh kepolisian dan kejaksaan. Sedangkan tersangka/terdakwa dapat diwakili/didampingi oleh advokat/penasehat hukum. Sementara hakim di tengah-tengah, tak memihak, bak wasit dalam sepak bola.
Pemosisian kedudukan tersebut universal di semua negara di dunia ini. Makanya dalam film Hollywood acap terdengar pengumuman petugas di ruang sidang, kira-kira berbunyi begini: "Warga dan Negara Bagian Ohio melawan X (terdakwa)."
Oleh sebab itu, setiap anggota masyarakat harus mendukung proses penegakan hukum oleh aparat dalam suatu kasus pidana. Perbuatan tersangka/terdakwa adalah musuh masyarakat dan negara. Terlepas bahwa asas praduga tak bersalah tetap diberlakukan.
Tidak malah terbalik-balik. Berada di posisi masyarakat atau abdi negara akan tetapi malah mendukung dan membela si tersangka/terdakwa. Cukuplah tersangka/terdakwa sendiri atau pengacaranya yang melakukan pembelaan.
Misalkan seorang bapak mendapati anaknya sendiri melanggar hukum maka, pada kesempatan pertama, mengantar anak itu ke kantor polisi dan menyerahkan anaknya untuk diproses sesuai aturan hukum yang berlaku. Bukan malah menyembunyikan anaknya.
Sekalipun orang tua, tetapi dalam konteks kasus hukum pidana, ia tetaplah anggota masyarakat. Dan sebagai warga harus berpihak pada proses hukum yang dijalankan negara. Warga dan negara berada dalam satu kubu.
Begitupun sebuah partai politik harus mendukung upaya negara dalam menegakkan hukum ketika ada anggotanya yang diduga kuat melanggar hukum pidana. Bukan malah melindungi anggotanya atau menjadikan organisasi sebagai bunker kejahatan. Apalagi jika sampai terang-terangan melawan petugas negara.
Filosofi dan pemosisian kedudukan hukum yang sederhana demikian banyak tak dipahami oleh warga bahkan seorang terdidik atau tokoh publik sekalipun. Sehingga ketika orang dekatnya tersangkut kasus hukum pidana malah rame-rame pasang badan membela si tersangka.
Cara aman jika hendak mengomentari kasus hukum yang sedang berjalan, misalnya melalui tulisan opini di media massa, adalah berada di posisi mendukung kerja aparat negara. Bukan malah sebaliknya, masuk dalam Poros Kejahatan dengan membela si tersangka/terdakwa.
(SP)