Oleh karena yang berkepentingan langsung terhadap suatu permohonan di MK adalah pemohon sendiri, maka tentunya Yusril berharap permohonan itu dikabulkan, sehingga ia dapat melenggang sebagai capres tanpa perlu PBB terlebih dahulu bersusah payah mengumpulkan ambang batas perolehan kursi di DPR.
Ada dua kemungkinan permohonan Yusril tersebut: dikabulkan atau ditolak. Andaikata dikabulkan maka akan terjadi perombakan luar biasa terhadap jadwal pelaksanaan pileg dan pilpres yang telah disusun KPU sejak jauh hari. Semua jadwal akan berantakan dan perlu disusun jadwal baru.
Belum lagi logistik pileg dan pilpres yang mesti disesuaikan. Sebelumnya pileg dijadwalkan terpisah (lebih dahulu) dari pilpres. Mendadak berbagai logistik pemilu perlu diubah total, karena pileg dan pilpres dilaksanakan serentak.
Sebelum hal di atas terjadi, perlu dibuat payung hukum terhadap pelaksanaan pemilu pasca pembatalan aturan lama yang mendadak, drastis dan radikal tersebut. UU Pilpres harus direvisi. Dan tentu saja hal demikian memakan waktu, sedangkan masa jabatan anggota DPR saat ini sudah mau habis.
Sementara itu, KPU telah jauh hari menetapkan jadwal pemilu: pileg diadakan tanggal 9 April 2014 dan pilpres diadakan tanggal 9 Juli 2014, dengan tahapannya masing-masing. Apakah tak terburu? Tentu saja sulit dibayangkan pemilu akan terlaksana sesuai jadwal, dengan mengingat mepetnya waktu tersebut.
Atas dasar situasi itu, Yusril mungkin sekali akan kembali membuat "kekacauan" ketatanegaraan. Solusi penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu)-pun akan dipilih. Karena hanya dengan cara ini situasi kegentingan pelaksanaan pemilu dapat diatasi. Jadilah ketetanegaraan kita penuh dengan perpu, dikit-dikit perpu, dikit-dikit perpu.
Idealnya, jika norma undang-undang yang lama dibatalkan maka dibentuk undang-undang yang baru dengan persetujuan rakyat, yang direpresentasikan oleh wakil rakyat di parlemen. Bukan dikit-dikit pemerintah mengeluarkan perpu.
Norma UU Pilpres menyatakan, parpol dan gabungan parpol yang boleh mengajukan capres adalah yang memperoleh 25% suara sah secara nasional atau 20% kursi di DPR. Jika ketentuan ini dibatalkan maka perlu disusun norma baru, yang menyerentakkan pileg dan pilpres dan meniadakan ambang batas pengajuan capres.
Belum lagi tetek bengek persoalan teknis pelaksanaan pileg dan pilpres, yang tentunya akan menggunung di KPU dan KPUD seluruh Indonesia, karena mendadak terjadi perubahan aturan. Tak terbayang kekacauan yang akan terjadi.
Karena itu, baik permohonan Yusril tersebut dikabulkan hakim atau ditolak sama-sama tak memberikan harapan yang berarti bagi para politisi yang berambisi mencapres tanpa perlu dipusingkan dengan ambang batas pencapresan di 2014 ini. Waktu terlalu mepet. Prediksi penulis, permohonan Yusril bakalan ditolak.
(Sutomo Paguci)