Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Lelucon Vonis Rasyid Rajasa

25 Maret 2013   18:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:13 818 3
Pengadilan Negeri Jakarta Timur akhirnya memvonis terdakwa BMW maut, Rasyid Amrullah bin Hatta Rajasa (22 tahun),  yang menewaskan dua orang, selama 5 bulan dengan percobaan 6 bulan dan denda Rp12 juta, Senin (25/3/2013).

Artinya, Rasyid tidak perlu menjalani penjara 5 bulan tersebut karena telah diberi masa percobaan selama 6 bulan. Jika melakukan pelanggaran hukum lagi dalam rentang waktu 6 bulan tersebut barulah ybs langsung dijebloskan ke penjara untuk menghabiskan masa hukuman.

Rasyid dinyatakan hakim bersalah karena terbukti melanggar Pasal 30 ayat (4) dan subsidair Pasal 310 ayat (3) UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Seumur-umur baru kali ini penulis mendengar ada kasus kecelakaan yang menewaskan lebih dari satu orang namun terdakwanya hanya divonis 5 bulan dengan percobaan 6 bulan. Seumur-umur. Barangkali sidang pembaca yang budiman pernah mendengar kasus serupa?

Sekalipun perspektif hukum yang dipakai adalah restorative justice, akan tetapi hukuman percobaan ini terasa seperti sebuah lelucon saja. Jika demikian adanya, lah, mengapa tidak sekalian memvonis bebas Rasyid. Sebab, vonis percobaan demikian esensinya "sama" dengan vonis bebas.

Manusia normal memang dituntut untuk selalu berhati-hati dan tidak melanggar peraturan hukum publik, bukan hanya 6 bulan, namun seumur hidup. Karena itu, percobaan 6 bulan tersebut, per hakikat, sebenarnya tidak ada artinya. "Sama" dengan vonis bebas.

Pendekatan restorative justice harusnya tidak menghilangkan efek penjeraan dari sebuah sanksi hukum pidana. Bukan saja bagi terdakwa, namun juga bagi publik luas. Inilah esensi dari hukum publik seperti hukum pidana. Tidak hanya untuk penjeraan terdakwa tapi juga bagi publik-supaya publik tidak melakukan hal yang sama dengan terdakwa.

Berbeda dengan kasus Rasyid ini. Pesannya jelas: pengendara tak perlu berhati-hati di jalan raya, karena sekalipun menabrak orang sampai tewas, cukup ganti rugi, lalu bebas dari hukuman penjara. Sebuah lelucon hukum yang sangat telanjang.

Sebagai catatan kaki, pendekatan restorative justice atau keadilan restoratif adalah pendekatan untuk keadilan yang berfokus pada korban dan pelaku, serta masyarakat yang terlibat, bukannya berfokus pada prinsip-prinsip hukum abstrak atau menghukum pelaku. Singkatnya, pendekatan restorative justice lebih menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan yang berimbang bagi korban dan pelaku tindak pidana secara sekaligus. Pendekatan ini cocok diterapkan pada kasus lakalantas dan kejahatan tanpa korban.

Sebagaimana diketahui, Rasyid ditetapkan tersangka setelah kecelakaan di Tol Jagorawi Km 3+350, yakni jalur arah ke Bogor pada malam pergantian tahun 2012 ke 2013, hari Selasa, 1 Januari 2013, sekitar pukul 05.45 Wib. Mobil BMW X5 dengan pelat nomor B 272 HR, yang dikemudikannya, menabrak Daihatsu Luxio dengan nomor plat F 1622 CY, dari belakang.

Dalam tabrakan maut tersebut, dua penumpang Luxio meninggal dunia setelah terlempar keluar dari mobil, yaitu Harun, 57 tahun, dan seorang balita, Muhammad Raihan, 14 bulan. Selain itu, tiga orang lainnya mengalami luka-luka, yaitu Enung, Supriyati, dan Rifai. Cek

Dalam waktu yang belum terpaut jauh, perlakuan berbeda dihadapi masyarakat biasa, yang mengalami proses hukum atas sangkaan lakalantas yang relatif sama dengan cara dan korban yang berbeda, yakni atas nama Afriyani Susanti (29 tahun) dan Novi Amalia (25 tahun).

Afriyani dan Novi langsung ditahan oleh penyidik kepolisian. Perlakuan terhadap mereka di tahanan pun jauh dari istimewa. Keduanya langsung digiring ke dalam sel. Bahkan, Novi Amalia, yang seorang model, sempat mengalami pelecehan seksual ketika foto-foto dirinya dalam keadaan bugil di tahanan tersebar luas ke publik melalui telepon genggam. Celakanya, penyebaran foto syur itu melibatkan kelalaian pihak kepolisian.

Afriyani kemudian divonis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat selama 15 tahun penjara atas lakalantas yang menewaskan 9 orang di Tugu Tani Jakarta tersebut, Rabu, 29 Agustus 2012.

Afriyani dinilai terbukti melanggar Pasal 311 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selain itu, Afriyani juga divonis 4 tahun penjara untuk kepemilikan dan konsumsi narkoba. Sementara rekan Afrinyani lainnya terdiri dari Adistina Putri Giani, Arisendi, dan Deni Mulyana divonis bervariasi atas keterlibatan dan kepemilikan serta konsumsi narkoba.

Itulah hukum ketika ia pandang bulu. Saat orang yang berada di lingkaran kekuasaan terlibat kasus hukum maka hukum seolah hadir untuk melindungi mereka sekalipun mereka bersalah. Sebaliknya, ketika orang biasa melanggar hukum maka pisau hukum seolah tak kenal ampun menebas, dari Nenek Minah dampai Prita Mulyasari.

(SP)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun