Politik aliran berdasarkan agama (Islam) menguat dalam Pilgub Jakarta Putaran II tak terlepas dari kuatnya isu suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA) yang ditiupkan kubu Fauzi Bowo untuk menjegal pasangan Jokowi-Ahok yang kebetulan Ahok beretnis Tionghoa dan beragama Kristen. Hembusan isu SARA yang dilakukan seperti oleh H Rhoma Irama dan Ustad Fahmi Albuqorih tidak mendapat teguran terbuka yang berarti dari pasangan Foke-Nara, artinya, bisa ditafsirkan memang demikian yang dikehendaki kubu Foke-Nara.
Kuatnya gerakan Islam Politik dalam Pilgub Jakarta yang utama tentu saja direpresentasikan oleh partai-partai yang berasaskan Islam dalam jajaran pendukung pasangan Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli: PKS, PPP, PKB, dan PBB. Sebaliknya, tidak ada satupun partai berbasis Islam yang mendukung pasangan Jokowi-Ahok.
Pasangan Jokowi-Ahok hanya didukung dua partai saja yaitu PDI Perjuangan dan Gerindra. Kedua partai ini menguasai 18% kursi di DPRD DKI Jakarta. Badingkan dengan gabungan partai pendukung kubu Foke-Nara yang menguasai 82% suara DPRD DKI Jakarta. Dengan kata lain, pertarungan politik di parlemen akan menjadi hal krusial berikutnya pasca Pilgub.
Walaupun Islam Politik kalah akan tetapi diyakini di tingkat akar rumput Islam Politik masih cukup mengakar. Andai kata tidak ada hembusan SARA, kemenangan pasangan Jokowi-Ahok lebih tinggi dari sekarang, sekalipun tidak terlalu signifikan juga setidaknya menurut berbagai pengamat dan lembaga survei yang tergambar dari pemberitaan yang ada.
Makna dari kekalahan Islam Politik atau politik aliran adalah, warga makin cerdas membaca politik praktis dengan menggunakan simbol-simbol agama dan ayat-ayat agama. Dengan kata lain, kaum Nasionalis-Agamis yang memenangkan kontestasi Pilgub DKI Jakarta 2012. Ini khabar baik.
Oh, ya, mengapa judul artikel ini nampak begitu euforia dengan kata hore! Adalah karena menurut penulis tidak pada tempatnya kaum Islam Politik menjual ayat-ayat kitab suci dan hadis untuk merebut suatu jabatan politis (gubernur-wakil gubernur) yang nota bene diperuntukkan untuk melayani semua warga Ibu Kota tanpa memandang agamanya. Ini berlaku di manapun di Indonesia yang berlandaskan Pancasila.[]