"...perangai perwira yang menungang kuda, yang dalam peperangan dapat menembak dari atas kudanya. Tapi karena posisinya lebih tinggi dari prajurit yang berjalan kaki, maka dia selalu menembak di belakang barisan. Kalau musuh kalah, dialah Sang Penakluk, tapi kalau prajurit yang dihadapannya dipukul musuh, dialah yang paling kencang melarikan diri, sehingga dia selamat." Harus diingat, putusan perkara AA sudah berkekuatan hukum tetap pasca ditolaknya permohonan kasasi dan kemudian disusul penolakan permohonan peninjauan kembali (PK) oleh Mahkamah Agung (MA). Dengan demikian, tidak ada celah lagi bagi pembebasan AA melalui jalur hukum. Baik upaya hukum biasa (banding dan kasasi) maupun upaya hukum luar biasa (PK) sudah ditempuh semua dan gagal. Satu-satu celah untuk membebaskan AA hanya melalui jalur politik, yakni melalui tangan seorang Presiden sebagai Kepala Negara. Pasal 14 UUD 1945 memberikan hak konstitusional kepada Presiden untuk memberi grasi, rehabilitasi, amnesti dan abolisi. Apakah ini mungkin ditempuh atau tidak, jawabanya adalah cukup kompleks. Karena, hak konstitusional Presiden demikian tidak mutlak, melainkan perlu memperhatikan pertimbangan MA (grasi dan rehabilitasi) dan memperhatikan pertimbangan DPR (amnesti dan abolisi). MA tentu tidak akan mudah mengeluarkan pertimbangan yang menguntungkan AA, sebab belum lama mereka mengeluarkan putusan yang menolak permohonan kasasi dan PK dari pihak AA. Begitupun DPR. Diperkirakan akan terjadi perdebatan politis yang sengit di lembaga wakil rakyat ini, terutama tantangan dari pihak Partai Demokrat Cs. Apa pun itu, semoga Dewi Keadilan akan muncul untuk memperlihatkan kebenaran dalam kasus AA. Nah, bagaimana menurut Anda. Apa motif dan siapa di balik manuver @TrioMacan2000? ---------------------
Referensi: Twitter
@Triomacan2000 Okezone.com,
Usut Kicauan @Triomacan2000, Kejagung Bentuk Tim Khusus Kompas.com,
Inilah Kronologi Pengungkapan Pembunuhan Nasrudin Arfanhy.blogspot.com,
Grasi, Amnesti, Abolisi dan Rehabilitasi A.A. Navis.Â
Bertanya Kerbau pada Pedati. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, cet. 3, 2009.
KEMBALI KE ARTIKEL