Jelas-jelas Pasal 50 UU No 30/2002 tentang KPK menyatakan kepolisian tidak berwenang lagi menyidik kasus yang sama jika KPK sudah turun tangan melakukan penyidikan. Dalam keadaan demikian penyidikan kepolisian harus segera dihentikan. Ini artinya, joint investigation tidak dikenal dalam rezim hukum pemberantasan tindak pidana korupsi antara KPK dan kepolisian.
Solusinya hanya satu. Penyidikan kepolisian atas kasus Driving Simulator segera dihentikan dan dilimpahkan ke KPK. Hitam-putih begitu. Tidak ada pilihan diplomatis sebagaimana ditawarkan Menkopolkam dan Presiden: sinergi. Tidak benar itu. Jangan pakai otak politik untuk menangani kasus hukum.
Yang seharusnya terjadi sekarang adalah, KPK memerangi korupsi di kepolisian. Karena dugaan korupsi tersebut terjadi di kepolisian. Ini malah KPK bersinergi dengan pihak yang akan diusutnya. Yang benar sajalah. Dagelan politik begini sudah keterlaluan. Keblinger.
Lagi, harusnya, setiap orang yang menghalangi penyidikan yang sedang dilakukan KPK ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Pasal 21 UU No 31/1999 jo UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Siapapun itu, termasuk Komjenpol Drs Sutarman sekalipun. Berani tidak KPK?
Kabareskrim dan Kapolri tidak bisa beralasan bahwa kepolisian juga berwenang mengusut kasus ini. Dari mana dasarnya? Iya kata KUHAP. Tapi ingat, adanya UU KPK (lex specialis) otomatis mengesampingkan KUHAP (lex generalis) khusus terkait penyidikan kasus korupsi antara kepolisian dan KPK demikian. . Setiap orang dan institusi negara wajib tunduk pada undang-undang.[]