Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Pilkada Jakarta: Islam-Politik Menang atau Kalah, Kagak Ngaruh

14 Agustus 2012   16:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:46 680 4
WALAUPUN sudah dapat diduga akan terjadi, akan tetapi tak pernah terpikirkan sedemikian mengecewakannya arah Pilkada Jakarta 2012 Putaran Kedua. Bagaimana tidak, sebagai ibu kota negara dan barometer negara kebangsaan NKRI, sebagian warga Jakarta justru terkurung politik dan isu SARA dalam Pilkada Jakarta 2012 Putaran Kedua antara pasangan Jokowi-Ahok vs Foke-Nara.

Gara-gara kuatnya isu dan kampanye SARA, akhirnya terjadilah satu titik tumbukan dalam Pilkada Jakarta Putaran Kedua mendatang, yakni nasionalis-religius vs Islam-politik. Kelompok pertama adalah pasangan Jokowi-Ahok beserta pendukung dan simpatisannya. Sedangkan kelompok kedua adalah pasangan Foke-Nara beserta pendukung dan simpatisannya pula.

Saya yang tinggal di daerah ikut kecewa dengan realitas demikian. Idealnya, perpolitikan ibu kota lebih matang dibandingkan daerah lain, terutama dalam menyikapi perbedaan etnisitas dan agama, namun yang terjadi perilaku para elit terutama pendukung Foke-Nara seolah-olah sedang memilih pemimpin negara Islam.

Jelas-jelas Indonesia bukan negara Islam. Akan tetapi tetap juga sebagian warga ngotot mengedepankan formalistik-normatif agama Islam dalam memilih pemimpin. Bagaimana kuatnya arus politik SARA tergambar antara lain dari pemberitaan media akhir-akhir ini, termasuk acara ILC tvOne, Selasa (14/8).

Andaikata kaum fundamentalis-Islam atau kaum sektarian-Islam atau Islam-politik ini kalah pada Pilkada Jakarta Putaran Kedua 20 September 2012 mendatang, maka pertaruhannya tentu ke harga diri. Di mana lagi ditarok muka para kaum sektarian tersebut. Sebaliknya, jika kaum sektarian ini yang menang, maka ibu kota negara tak akan serta merta beruba jadi provinsi Islam. Tetap juga terikat pada sistem hukum Pancasila.

Kalau sudah begini, tak ada maknanya Islam-politik. Menang atau kalah atas nama syariat Islam tidak bisa jadi dasar pengelolaan pemerintahan provinsi. Tarok kata menang, pun tidak akan bisa mengubah apa-apa. Negara sudah terlanjur terbentuk sebagai negara Pancasila, bukan negara Islam. Dan bentuk negara Pancasila ini, sesuai UUD 1945, sudah final dan tidak bisa diubah lagi. Satu-satunya jalan untuk mengubah bentuk negara adalah melalui revolusi dan kudeta--apakah mungkin?

Era demokrasi-lah yang membuat kaum politik-sektarian bisa bersuara dengan lantang. Coba di era rezim Orba Soeharto dulu, bisa-bisa kaum sektarian ini sudah masuk penjara. Namun tak apalah jika dipandang sebagai pembelajaran publik. Islam-politik menang atau kalah juga tak ada pengaruhnya. Kagak ngaruh!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun