Sistem hukum pemisahan kekuasaan menjadi eksekutif, legislatif dan yudikatif adalah porosnya. Negara-negara yang telah memisahkan dengan baik antar tiga cabang kekuasaan tersebut akan menikmati buahnya. Sedangkan negara yang belum melakukannya dengan baik, seperti negara-negara totaliter, tidak akan mengecap ketentraman dalam artinya sebenarnya.
China memang komunis. Tapi sistem ekonominya cenderung sistem pasar-kapitalis. Pemisahan tiga cabang kekuasaan tersebut telah terjadi walau belum sempurna. Pasalnya, dominasi politik ada di satu tangan, yakni Partai Komunis China. Sehingga semua kebijakan politik-ekonomi bisa dikontrol dengan kuat di satu tangan, baik level eksekutif maupun legislatif.
Berbeda halnya dengan negara Korea Utara (Republik Demokratik Rakyat Korea) dan Myanmar. Di kedua negara ini sistem hukum belum demokratis, pemisahan cabang kekuasaan masih abu-abu. Kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif terpusat di tangan kekuasaan politis yang berpuncak di tangan presiden dan militer. Antar cabang kekuasaan negara tidak melakukan saling kontrol checks and balances.
Bagi negara-negara yang telah mulai menikmati buah pemisahan cabang kekuasaan negara demikian, seperti halnya Indonesia, ancaman terbesar adalah gerakan kembali menyatukan kekuasaan menjadi di satu tangan baik di tangan Tuhan (negara teokrasi) maupun totaliter. Urusan dunia diserahkan pada Tuhan atau pada satu orang pemimpin. Keduanya sama sulitnya. Sekali terkecap demokrasi, sulit untuk surut ke belakang.
Bye bye khilafah.