Untuk mendapatkan kalung itu, si maling berjuang cukup keras. Ia nampaknya sudah tahu seluk beluk kamar dan tempat penyimpanan benda berharga. Pintu utama dijebolnya dengan rapi, lalu dicongkelnya kamar dengan linggis, lantas ia masuk pelan-pelan dan langsung menuju tempat penyimpanan emas. Demikian rekaan peristiwa yang dicoba direkonstruksi ulang, bukan oleh polisi melainkan oleh pikiran kami-kami temannya.
Maling itu sudah hapal pola kedatangan dan kepergian kawan tersebut dari rumah kontrakannya. Berangkat kerja pagi-pagi sekali dan pulang sudah larut malam. Begitu hampir setiap hari. Dan pada siang kejadian, suaminya sedang pergi tugas ke Jakarta, dan kawan ini baru pulang saat hari sudah malam.
Yang menjengkelkan adalah, kepolisian belum mendapatkan titik terang kasus tersebut hingga hari ini, padahal sudah masuk bulan kedua pasca kejadian. Dari analisis saya yang bukan ahli forensik, kunci pengungkapan kasus yang tak ada saksinya demikian adalah sidik jari. Akan tetapi kepolisian tidak melakukan pengambilan sidik jari pada waktu ke tempat kejadian perkara (TKP), polisinya cuma lihat-lihat doang. Harusnya sidik jari segera diambil dan diamankan supaya tidak tertindih sidik jari lain.
Kejadiannya diperkirakan tengah hari. Kawan itu melapor ke polisi jam 9 malam. Polisi baru datang ke TKP sekitar tengah malam pukul 24.oo Wib, lihat-lihat sebentar, lalu polisinya pergi dengan janji akan kembali esok-esok hari.
Andai sidik jari segera didapat pasti enak sekali. Tinggal panggil saja orang yang dicurigai dan minta ia membubuhkan sidik jari. Jika sidik jari klop, langsung ditangkap. Hasil sidik jari bisa jadi alat bukti surat. Tinggal ditambah minimal dua orang saksi, yakni saksi pelapor ditambah tetangga yang ikut melihat pintu rumah dijebol sesudah kejadian diketahui. Namun nasi sudah jadi bubur, sidik jari kemungkinan besar sudah hapus karena pintunya sendiri sudah diganti baru. Kepolisian harus lebih profesional lagi ya.
Dalam keterhenyakan kawan ini tetap merasa bersyukur. Untung saja buku-buku kesayangannya tidak sampai hilang. Kalau sampai buku-buku itu hilang ia akan menangis. Sudah dibayangkannya itu semua. "Untung" yang hilang hanya emas 12,5 gr.
Nilai emas 12,5 gr tersebut tidak bisa dianggap enteng bagi kawan yang sedang mengontrak rumah di tepian sebuah kota kecil. Nilai emas tersebut bisa untuk biaya kontrakan selama setahun.
Ia sudah melapor polisi dan terbidik satu orang yang dicurigai di sekitar kompleks. Para tetangga pun memiliki kecurigaan yang sama. Karena preman ini yang berseliweran di sekitar kompleks dan membuat curiga banyak orang. Cuma belum bisa tunjuk hidung karena belum ada bukti yang kuat gara-gara oknum polisi tak profesional. (*)