Bantahan Anggito tersebut dikutip dari Tempo.co (17/2/2014) di link ini. Dikatakan membingungkan karena, pertama, pada satu sisi Anggito meminta maaf kepada Kompas dan beberapa pihak yang memiliki gagasan atau tulisan serupa. Namun pada sisi lain Anggito menolak tuduhan plagiat.
Dalam logika pihak yang membaca bantahan Anggito tersebut, harusnya, tak perlu ada permintaan maaf jika memang tidak melakukan plagiasi. Meminta maaf bersamaan membantah telah melakukan plagiat justru melahirkan dua pernyataan bermuatan komunikasi yang bertolak belakang.
Anggito mengaku menggunakan pemikiran awal terkait pembiayaan bencana Tsunami Aceh tahun 2005 dan rumusan seminar yang pernah dia bawakan terkait Asuransi Bencana yang diselenggarakan oleh UGM bersama Bank Dunia tahun 2011 lalu.
Substansi bantahan Anggito tersebut, lemah. Sebab, tulisan Hatbonar telah lebih dahulu diterbitkan Kompas tahun 2006, dibandingkan seminar yang didalilkan Anggito tahun 2011 tersebut. Ini dengan menimbang kedua tulisan Hatbonar dan Anggito tersebut begitu miripnya, baik dari segi judul maupun isinya.
Kemudian, kedua, membingungkan karena bantahan Anggito tersebut sama sekali tidak menjawab pertanyaan mengapa kedua tulisan tersebut dalam banyak hal sama persis. Di titik mana sehingga sampai tulisan Anggito sama dengan tulisan Hatbonar tersebut; apa yang dilakukan Anggito saat menyusun tulisannya itu.
Sebagaimana diketahui sinyalemen plagiat yang dilakukan Anggito Abimanyu mencuat berkat tulisan akun "Penulis UGM" di Kompasiana.com yang berjudul "Anggito Abimanyu Menjiplak Artikel Orang? (Opininya di Kompas 10 Februari 2014" di link ini. Dalam tulisan tersebut jelas sekali kesamaan tulisan Anggito dan Hotbonar, berikut link-link tulisan sebagai buktinya.
Investigasi pihak ketiga dan pernyataan Hotbonar Sinaga barangkali dapat menjernihkan persoalan tuduhan plagiat pada Anggito tersebut. Bagaimana menurut Anda?
(Sutomo Paguci)