Menurutnya, bila hal yang bersifat pemerintahan yang disadap, barulah ia akan bereaksi. "Wong ini cuma urusan sate kambing kok," ujar Jokowi (detik.com, 22/2/2014). Tentu, sate kambing yang dimaksud Jokowi merupakan kiasan untuk mengatakan hal-hal ringan.
Pada sisi lain, lawan-lawan politik Jokowi berpandangan bahwa penyadapan tersebut tak lebih rekayasa pihak PDIP saja untuk tujuan pencitraan atau pengalihan isu dari konflik internal PDIP di Surabaya terkait rencana pengunduran diri Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Sebagian lagi meragukan penyadapan itu karena tak pernah ada bukti yang diperlihatkan Jokowi atau pihak PDIP.
Pendapat penulis, sekalipun Jokowi meyakini tak ada hal penting yang disadap, akan tetapi peristiwa penyadapan itu sendiri merupakan peristiwa penting. Objek yang disadap adalah kepala pemerintahan tertinggi di ibu kota negara. Karena itu, ada baiknya penyadapan ini disikapi serius, seperti saat Indonesia bereaksi keras terhadap penyadapan yang dilakukan intelejen Australia. Ya, siapa tahu saja pelakunya pihak asing.
***
Dari sisi hukum, penyadapan tanpa hak merupakan tindak pidana. Hal ini diatur dengan tegas dalam UU No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Pasal 40 UU ini menyatakan, bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun. Pelanggaran terhadap ketentuan ini diancam pidana 15 (lima belas) tahun penjara.
Bila ditarik ke norma hukum yang lebih mendasar maka akan ketemu, bahwa kemerdekaan untuk berkomunikasi merupakan hak asasi manusia (HAM), sebagaimana ditegaskan Pasal 28F UUD 1945.
Pasal 28F UUD 1945 masuk dalam Bab XA Hak Asasi Manusia, yang menyatakan "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia."
Ketentuan Pasal 28F UUD 1945 tersebut kembali dipertegas dengan redaksi lebih kurang sama oleh Pasal 14 UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dengan demikian jelaslah bahwa kemerdekaan berkomunikasi yang bebas dari penyadapan merupakan HAM yang diatur oleh konstitusi UUD 1945 dan UU organik lainnya.
***
Berdasarkan uraian di atas, tak ada salahnya pihak Jokowi melapor ke kepolisian, sekalipun meyakini tak ada hal penting yang disadap. Bagaimana pun, penyadapan merupakan tindak pidana, apalagi terhadap instansi dan pejabat negara.
Apa sulitnya lapor polisi. Toh, tidak mesti Jokowi langsung yang lapor polisi, cukup aparat yang bertanggung jawab dalam kesekretariatan rumah dinas gubernur yang turun tangan.
Bila dilaporkan ke kepolisian mudah-mudahan akan terungkap siapa di balik penyadapan tersebut: apakah dilakukan oleh aparat resmi (misalnya: KPK dan BIN) atau dilakukan secara ilegal oleh pihak intelejen asing atau partai lawan politik. Paling kurang, dari sisi politis, untuk mengurangi polemik atau tuduhan rekayasa.
(Sutomo Paguci)