Saya pun pernah diserang dengan berbagai istilah sampai disebut "gila" segala oleh Sdr Erri Subakti. Namun serangan mana tidak Penulis tanggapi, misalnya dengan meminta Admin menghapus tulisan tersebut, atau melaporkan Sdr Erri Subakti ke Admin, apalagi ke polisi. Biarlah pembaca yang menilai.
Karena Admin tidak bertindak atas serangan pribadi Sdr Erri Subakti tersebut, solusinya Saya sendiri yang menahan diri, sedapat mungkin menghindari ikutan menyerang pribadi, supaya "suhu" di Kompasiana tidak makin memanas. Sekalipun, mungkin saja ada tafsir penulis lain bahwa ada kalimat Saya yang menyerang pribadi.
Paling-paling, para penulis yang gemar menyerang pribadi demikian saya hapus atau bahkan blokir dari pertemanan, baik di Kompasiana maupun di media sosial seperti Facebook. Selesai urusan.
Oh ya, ini terkait anonimitas penulis. Adalah hal biasa ada penulis anonim dalam tradisi kepenulisan, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Karenanya, Admin wajib tegas pada pihak yang ungkap anonimitas penulis lain dengan memanfaatkan error Kompasiana.
Dalam hubungan ini, sekalipun pengungkapan anonimitas penulis lain tersebut dilakukan secara "halus", yakni dengan sindiran. Pasalnya, sindiran demikian sudah sama diketahui oleh pembaca tentang siapa yang dimaksud. Apalagi "teknik" sindir-menyindir demikian akan "memancing" komentator menyebut nama di kolom komentar.
Netiket tidak mengungkap identitas penulis anonim sangat penting dipahami kita semua, terlepas suka atau tak suka dengan penulisnya. Sekalipun kita tahu identitas yang bersangkutan, baik tahu di dunia nyata maupun tahu di dunia maya, baik tahu sengaja atau tak sengaja: tetapkan jaga anonimitas penulis tersebut.
Ini contoh saja. Saya kebetulan tahu nama asli penulis dengan nama akun Bunga Ilalang dari sebuah komentar seseorang. Namun saya tak akan pernah menyebut nama asli ybs secara langsung. Hal mana karena ybs sengaja memakai nama anonim sebagai identitasnya di dunia maya.
Kembali ke Admin. Jika tak disikapi dengan ketegasan, maka "jual-beli" tulisan bernada serangan pribadi demikian akan terus tak berkesudahan. Efeknya, sangat mungkin membuat pembaca setia Kompasiana yang tak tahu-menahu soal konflik tersebut menjadi gerah dan meninggalkan Kompasiana. Ujung-ujungnya Kompasiana dirugikan.
Itu secara praktis. Belum lagi jika ditilik secara normatif, sesuai Terms and Conditions Kompasiana, yang sedang ditegakkan oleh Admin. Aturan tetap aturan. Formulanya: mau jungkir balik adu argumen tak masalah sepanjang tetap dalam koridor argumen, bukan menyerang pribadi.
(Sutomo Paguci)