Saya ingat persis peristiwa ini terjadi pada  akhir Desember menjelang Nataru. Seorang tetangga berbagi bingkisan, bingkisan itu digantungkan di pintu pagar, sehingga saya tidak tahu siapa pengirimnya.
Ketika saya buka isinya satu loyang kue smoked beef cheese. Di dalamnya ada kartu bertuliskan "Selamat Natal" bila Nasrani, atau "Selamat Tahun Baru" bila non Nasrani. Itu saja tanpa nama dan alamat pengirim.
Sebagai penghuni tunggal saya senang saja menerima bingkisan ini. Hanya saja penasaran, siapa sih yang telah mengirimkan kue tersebut  Paling tidak, saya ingin mengucapkan terima kasih, dan bila sedang ditugaskan ke luar kota bisa membalasnya dengan memberikan oleh-oleh.
Tetapi kepada siapa saya harus mengucapkan terima kasih. Pengirimnya saja tidak tahu. Apakah dia seorang gadis muda cantik atau ibu-ibu setengah baya. Bila dia pria, apakah anak muda sepertiku atau bapak-bapak seumuran ayahku di kampung.
Dengan penuh rasa penasaran, saya menikmati sepotong demi sepotong kue tersebut. Enak juga, teksturnya lembut, tanpa sadar sudah habis setengah loyang.
Tiba-tiba terbersit pikiran  yang penuh kecurigaan. Maklumlah saya penggemar novel detektif karya Agatha Christie dan film-film thriller. Jangan-jangan kue ini beracun. Wah saya kok suudzon ya, padahal pengirimnya sudah berbaik hati mengirimkan kue.
Timbul lagi pikiran lain, jangan-jangan pengirimnya seorang gadis atau janda yang ingin memikat saya. Tetapi kenapa dia mengirimkan kue tanpa identitas. Darimana dia bisa memikat saya, karena kenalpun belum.
Bila pulang kerja atau hari libur, saya sering mengamati orang yang lewat di depan rumah. Siapa tahu pengirimnya mampir dan kita dapat berkenalan.
Namun sudah sebulan berlalu tidak ada tanda-tanda siapa pengirimnya. Atau kurir yang salah kirim ? Tapi tidak mungkin dikirim melalui kurir, karena tidak ada nama dan alamatku pada bingkisan tersebut.
Karena masih diliputi rasa penasaran, maka saya coba bertanya pada penjaga keamanan kompleks, ketua RT, ketua RW, apakah mereka mengetahui orang yang baik hati telah mengirimkan kue pada tetangganya.
Hasilnya sia-sia, tetap tidak ada jawaban yang memuaskan. Akhirnya saya berpikir pasti orang baik pengirimnya.
Saya pun berpikir, saya harus juga menjadi orang baik. Maka setiap menerima gaji, saya selalu menyisihkan sebagian gaji, untuk menyantuni anak yatim, orang tua, dan orang yang kekurangan.
Rupanya pemberian dari tetangga misterius ini membuatku untuk rajin beramal. Kalau ada orang berbuat baik bagiku, pantas kiranya saya harus berbuat baik juga pada sesama.