Kuliner akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa ini diperkenalkan oleh seorang Tionghoa yang beristerikan orang Jawa, sekitar 100 tahun yang lalu.
Orang Tionghoa mempunyai kuliner berbahan rebung (akar bambu muda) yang memiliki rasa manis dan renyah. Akulturasi budaya berakibat menciptakan kuliner berbentuk gulungan, atau rebung yang digulung kulit lumpia. Sering diterjemahkan sebagai spring roll.
Isian lumpia tidak hanya rebung, melainkan terdapat campuran telur, daging ayam, udang yang sudah dicincang halus. Disajikan dengan daun bawang, cairan tepung berwarna coklat dengn rasa manis, acar dan cabe rawit hijau.
Di Semarang sendiri terdapat beberapa produk lumpia yang saling bersaing dan memiliki penggemar masing-masing, seperti lumpia Gang Lombok, lumpia Mataram, lumpia cie Lien, dan lainnya.
Lumpia Semarang dipasarkan dengan dua varian, basah (belum digoreng) dan goreng.
Ternyata lumpia tidak menjadi monopoli kota Semarang, karena Jogja juga memiliki lumpia. Bedanya, lumpia Jogja tidak menggunakan bahan rebung, melainkan bengkoang, sehingga rasanya lebih segar dan lebih tahan lama. Disantap dengan acar, cabe rawit hijau dan irisan bengkoang yang dicampuri bawang putih.
Yang menjadi legenda adalah lumpia Samijaya yang pertama kali membuka gerai di daerah Lempuyangan, dan kini sudah memiliki cabang di Malioboro. Yang dipasarkan lumpia goreng.
Lumpia kini juga sering dibawa sebagai oleh-oleh Jogja disamping bakpia pathuk.