Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Masa Itu Berputar

5 Oktober 2024   05:00 Diperbarui: 5 Oktober 2024   06:59 70 3

Sore ini langit cerah, aku berdiri sendiri memegang pintu pagar menantikan kedatangan anak-anak dan cucu. Salahkah tindakanku ?

Tidak, karena hari ini hari libur nasional. Tentu anakku libur bekerja dan cucuku libur sekolah. Tentunya mereka bisa meluangkan waktu untuk menemui neneknya.

Aku memang yang memutuskan untuk menghabiskan masa tuaku di rumah tua, atau yang sering disebut rumah jompo atau istilah kerennya panti werdha.

Aku termasuk orang introvert, jadi jarang mengikuti acara kebersamaan yang sering diadakan pengelola panti. Bukannya aku tidak senang bergaul atau berteman, namun dari dulu aku memang termasuk pemilih.

Meski banyak jejaka yang mengincarku, yang berusaha dekat denganku. Tapi aku hanya dekat dengan mas Syukri, mendiang suamiku yang lima tahun lalu pergi menghadap Illahi.

Aku menyadari mas Syukri, pria biasa-biasa saja, tidak setampan Ridwan yang anak pemilik pabrik rokok yang royal membagikan hadiah kepada teman-temannya saat pulang berwisata dari luar negeri.

Aku merasa bahagia dengan mas Syukri yang sederhana, tapi murah senyum dan baik hati. Kami dikaruniai dua anak, satu pria dan satu wanita. Kini bahkan sudah bertambah dengan tiga cucu sejak anak-anak kami menikah.

Untungnya kedua anakku tinggal di satu kota yang sama denganku. Rumahku sudah kujual, tapi aku tidak mau mengganggu privasi keluarga anakku, jadi aku memilih tinggal di panti.

Panti ini bagus dan bersih, dikelola dengan sangat toleran. Kami tinggal bersama, multi etnik, multi agama, dan multi gender.

Selain kamar tidur yang bersih, terdapat aula untuk acara kebersamaan. Juga terdapat taman yang cantik, yang dirawat oleh profesional dan teman-teman yang memiliki hobi berkebun.

Sebagai mantan profesional keuangan yang selalu sibuk dengan seminar dan melakukan audit laporan keuangan perusahaan publik, aku hanya menekuni hobiku nenulis. Itulah sebabnya aku lebih senang menyendiri, agar ide  menulis dapat mengalir deras. Kebersamaan di aula kupikir hanya basa basi belaka untuk mengusir kesepian penghuni panti.

Dalam kesendirian aku sering melamun dan teringat masa-masa saat aku masih menjadi ibu muda. Yang tiap hari mengantar dan menjemput anakku ke sekolah. Kuingat persis, aku selalu berpegangan pagar pintu sekolah, karena penjemput dilarang memasuki area  sekolah. Itu peraturan dari sekolah.

Betapa senangnya saat melihat anakku keluar dari pagar pintu sekolah. Aku nenyambutnya dan pulang bersama ke rumah.

Sore ini, kejadian itu terulang kembali. Seolah  masa berputar. Tapi aku bukan memegang pagar pintu sekolah. Melainkan memegang pagar pintu panti jompo. Dan aku tidak menunggu anakku keluar dari kelas, namun aku sedang menunggu kedatangan anak dan cucuku untuk mengunjungiku.

Sebenarnya, bisa saja aku menghubungi mereka melalui telepon atau pesan singkat, tapi aku takut mengganggu aktivitas mereka.

Langit makin gelap, sore sudah berganti malam. Lampu-lampu sudah mulai dinyalakan, akupun tersadar penantianku sore ini sia-sia. Tidak ada yang datang berkunjung.

Aku pun dengan lunglai menyeret kakiku yang renta ke ruang makan, karena waktu makan malam sudah tiba.

Hidup memang selalu berputar. Namun tujuan tidaklah selalu sama. Biarlah kesepian ini berlalu bersama kalimat-kalimat dalam tulisanku.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun