Sifat ini adalah sifat tidak peduli pada lingkungan sekitar, atau bahasa mudahnya orang yang berlaku semau gue.
Contoh yang paling gampang, dalam pergaulan, bila kita sedang berduka karena kematian suami / istri seorang teman, orang yang tergolong tone deaf ini dengan lugunya bisa saja mengajak teman-temannya untuk hang out. Ia tidak peka dengan suasana batin orang-orang disekitarnya, ia beranggapan wajar saja mengajak pergi hang out alias hura-hura.
Sikap ini bisa dilakukan secara verbal maupun melalui sosial media. Orang yang tergolong tone deaf melontarkan ajakan atau celetukan dengan bahasa yang biasa saja, tanpa melihat situasi orang yang sedang berduka atau dalam kondisi biasa-biasa saja (tidak ada nasalah).
Jadi, orang yang tergolong tone deaf tidak pernah menyadari atau peduli pada suasana sekitarnya. Bisa saja ucapannya itu akan menyakiti, membuat tersinggung orang lain atau merasa tidak nyaman. Karena tidak peka, maka ia tidak pernah merasa bersalah.
Contoh paling gamblang pada media sosial adalah orang yang memiliki sifat tone deaf dengan entengnya mengunggah konten sedang bersenang-senang, padahal sedang berlangsung suasana duka bagi sebagian besar followernya.
Atau saat suasana sedang susah karena ekonomi yang terpuruk, ia dengan santainya mengunggah konten, saat ia sedang membuang makanan atau memamerkan memakai sepatu baru.
Pada suasana bertetangga, orang tone deaf dengan santainya main musik pada malam hari saat tetangga sudah tidur.
Lalu, bagaimana sikap kita saat menghadapi teman atau orang dekat yang memiliki sifat ini ? Menjauhi atau menasehatinya ?
Menjauhi jelas tidak akan menyelesaikan masalah. Orang ini tentu tidak akan pernah menyadari kesalahannya. Selama kita masih dianggap atau terpandang sebagai orang yang
dihormati atau dituakan, sebaiknya kita menegurnya secara baik-baik.
Berikut ini langkah-langkah yang dapat kita lakukan:
1. Sebelum menegurnya, sebaiknya kita memahami latar belakangnya.
2. Mengajak berbicara empat mata atau tanpa ada orang lain.
3. Ajak bicara baik-baik, jangan adu argumentasi
4. Kita harus sabar dan mampu menahan emosi.
5. Berikan masukan yang tepat, tapi tidak dengan tujuan menghakimi. Biarkan ia menyadari kesalahannya.
6. Lebih baik lagi bila ada teman lain yang mendukung upaya kita
7. Dengan menerima beberapa masukan, semoga ia menyadari kesalahannya, dan mau merubah sikapnya.
Menegur tanpa menghakimi tidak akan membuat dia malu. Dan dengan menyadari kesalahannya sendiri, tentu dia tidak akan berbuat semau gue lagi. Dia harus disadarkan agar mau peduli pada suasana hati orang disekitarnya.
Semoga dengan cara ini, kebiasaan jelek orang gang bersifat tone deaf dapat dihilangkan atau disadarkan.