Sudah bertahun-tahun, momen Lebaran menjadi batu penjuru meledaknya urbanisasi ke Jakarta. Penyebabnya sudah dapat diduga gara-gara pemudik dari Jakata yang flexing di desanya. Bisa berupa naik mobil atau sepeda motor baru, memakai baju mahal dan gawai keluaran terbaru, atau oleh-oleh ke keluarga berupa peralatan elektronik mutakhir. Simbol-simbol ini segera saja menjadi buah bibir di desanya. Bahwa si Polan sukses hidup di Jakarta.
Padahal warga desa tidak nengetahui dengan jelas, apa pekerjaan si Polan di Jakarta Akibatnya, selama libur Lebaran, banyak anak muda desa yang merayu orang tuanya agar boleh ikut si Polan ke Jakarta.
Awalnya, Pemprov Jakarta tidak melakukan pelarangan, namun setelah banyak kasus pahit yang dialami warga desa mulai muncul perda pelarangan warga luar Jakarta untuk memasuki Jakarta. Misal dengan pemeriksaan di pintu tol masuk kota Jakarta. Bagi warga di luar Jakarta yang tidak memiliki keahlian segera dipulangkan ke desanya.
Mengapa untuk masuk ke Jakarta, harus punya keahlian? Sebab banyak cerita miring, banyaknya orang yang tertipu oleh iming-iming hidup nyaman di Jakarta.
Bisa saja karena ulah oknum, yang menjanjikan pekerjaan berupah besar di Jakarta, misal dijanjikan bekerja di restoran, ternyata dijerumuskan ke bisnis esek-esek, menjadi PSK atau pemandu lagu di karaoke.
Bagi yang imannya kuat, pasti berontak, dan melarikan diri. Tapi apa akibatnya? Karena tidak memiliki keahlian, akhirnya terlunta-lunta hidup dengan menumpang dari satu teman ke teman lainnya. Akhirnya, mendapat pekerjaan juga, namun tidak sesuai dengan harapan, karena hanya sebagai ART.
Bahkan dalam sebuah film nasional tentang urbanisasi ke Jakarta, "Jakarta vs Everybody" dikisahkan seorang pemuda desa yang dijanjikan akan menjadi aktor, eh akhirnya terperosok menjadi kurir narkoba. Memang dia dapat bertahan hidup di Jakarta, namun kehidupannya jauh berbeda dengan impiannya. Yang semula taat beribadah menjadi budak uang akibat komersialisasi.
Warga desa yang hijrah dari desa ke Jakarta, ada bermacam caranya. Ada yang ikut teman / saudara yang kebetulan mudik, tapi ada pula yang membayar sekian juta kepada para calo tenaga kerja yang menjanjikan pekerjaan di Jakarta.
Padahal warga desa harus mengetahui bahwa mencari pekerjaan halal di Jakarta tidak semudah membalik telapak tangan, bila tidak memiliki keahlian. Paling tidak harus memiliki ijasah SMA / SMK bila ingin bekerja di kantor atau bengkel. Harus memiliki pengalaman kerja di kantor, agar mudah menyesuaikan diri. Bila bekerja di bengkel, harus memiliki keahlian nemperbaiki mobil atau sepeda motor. Kecuali berani berwiraswasta membuka bengkel sendiri, namun harus punya modal untuk sewa tempat dan membeli peralatan. Itupun persaingan sangat ketat, bila bengkel kurang disukai pelanggan, lama-lama merugi dan tutup.
Bila ingin bekerja di catering harus memilki keahlian nemasak. Bekerja menjadi waiter / kasir di restoran juga harus memiliki keahlian mengoperasikan peranti canggih, karena restoran di Jakarta sudah banyak yang tanpa menu manual maupun menerima pembayaran tunai.
Mau menjadi pembuat konten atau YouTuber? Ini pun harus memiliki keahlian merancang, membuat, dan menyunting video.
Bila ingin bekerja di konstruksi, harus memiliki keahlian bertukang. Intinya harus memiliki keahlian, kecuali memiliki teman atau saudara yang mampu menjamin penempatan kerja, tanpa keahlian. Itupun harus cepat tanggap saat menerima pelatihan on the job, sehingga dapat dipekerjakan terus.
Bagi mereka yang tidak memiliki keahlian, dipastikan akan nengalami nasib buruk di Jakarta. Meski tahun in Jakarta sudah bukan IKN lagi, harus ingat tag line ini "Ibukota lebih kejam dari ibu tiri".
Meski IKN mulai tahun 2024 akan pindah ke Nusantara, yang juga bersifat kota terbatas, urbanisasi ke Jakarta, diestimasikan masih terjadi. Karena beaya ke Nusantara lebih mahal, belum ada teman / saudara yang mengajak karena belum ada yang punya pengalaman di sana, lagipula Jakarta masih menjadi pusat perekonomian Indonesia, sehingga orang berasumsi lapangan pekerjaan masih terbuka luas.
Guna nencegah terjadinya urbanisasi saat arus balik, sebaiknya:
1. Pemudik jangan flexing di desanya, sehingga tidak membuat warga desa iri dan ingin ke Jakarta.