Ini pengalaman pribadi, saya termasuk orang yang gemar olahraga
Bahkan agak maniak. Sejak masih di Sekolah Dasar gemar main bulu tangkis dan tennis meja. Hampir tiada hari tanpa olahraga. Apalagi tetangga ada yang mantan pemain nasional, yang selalu memacu semangat kami (saya dan teman-teman).
Tennis meja hanya bertahan sampai SMP, sedangkan bulutangkis hingga SMA, bahkan sempat menjadi pengurus bulutangkis skala OSIS. Di SMA bertambah olahraga basket dan catur. Yang catur bahkan sempat jadi juara sekolah, hingga diikuti sertakan ke pertandingan tingkat kota.
Saat di perguruan tinggi, olahraga agak menurun, karena kesibukan asistensi dan organisasi mahasiswa. Untungnya masih diimbangi dengan jalan kaki, dari pondokan hingga kampus.
Setelah bekerja, saya lebih banyak berolahraga di pusat kebugaran (gym) disamping selalu mengikuti fun walk dan fun run. Saat gowes sedang kondang juga sempat ikut gowes, alias menggenjot sepeda.
Secara umum, mestinya tubuh selalu bugar dan sehat. Apalagi selalu rajin mendonorkan darah tiap 3 bulan sekali.
Namun karena pekerjaan saya di bidang manajemen, kurang bekerja secara fisik, hampir seharian duduk di depan notebook dan ruang rapat. Memang masih sempat jalan dari tempat parkir mobil, maupun ke mesin fotocopy untuk menggandakan dokumen.
Ditambah tiap tahun selalu mengikuti Medical General Check Up (MCU). Jadi seharusnya status kesehatan terjamin.
Memang kelemahan saya hanya pada pola makan. Pola makan saya termasuk jorok, alias pemakan segala kuliner tanpa pantangan.
Sehingga pada sekitar 2018, saya mulai sering ditolak saat mendonorkan darah, dengan alasan tekanan darah terlalu tinggi. Sebenarnya hal ini adalah peringatan dini, namun saya terlalu percaya diri karena masih rajin berolahraga. Namun secara mendadak, tahun 2020, saya tiba-tiba tidak bisa bergerak, baik tangan dan kaki saat berada di tempat kerja.
Saya segera dilarikan ke Rumah Sakit, dan dinyatakan terkena stroke ringan. Sempat dirawat di ICU dan rawat inap selama seminggu. Diagnosa menyatakan tekanan darah tinggi telah menyebabkan sumbatan pada batang otak dan menyebabkan daya keseimbangan saya hilang.
Syukurlah saya tidak terlalu parah, di Rumah Sakit sudah dapat bergerak dengan bebas, hanya keseimbangan saya yang sangat menurun, sehingga pasti tidak boleh hiking maupun mengendarai kendaraan pribadi.
Keluar dari Rumah Sakit, saya masih menjadi pasien tusuk jarum. Â Memang saya tampak normal, tidak perlu memakai tongkat maupun kursi roda, tetapi jalan kadang-kadang mau jatuh, terutama bila naik / turun tanpa adanya pegangan.
Yang selalu menjadi pertanyaan kenapa aktif berolahraga, tidak merokok, dan tidak minum alkohol bisa terkena stroke.
Salah seorang dokter yang merawat saya  memberitahukan bahwa saya tergolong dehidrasi alias kurang cairan. Karena sering tidak mau menunda pekerjaan, sehingga tergolong kurang minum sesuai kebutuhan tubuh.
Menurut aturan kesehatan, minumlah air secara cukup tiap hari, sesuaikan dengan berat badan per kg setara dengan 30 cc. Jadi bila berat badan saya 70 kg, maka saya harus minum sebanyak 2100 cc minimal setiap hari.
Itulah sebabnya setiap bepergian saya selalu berbekal tumbler berisi air. Bila destinasi yang dituju terdapat mini market yang menjual air, sering tumbler dengan isinya pulang utuh. Minimal sebagai cadangan  / backup.
Memang banyak minum air berakibat bisa sering ke toilet. Itu tidak masalah daripada terkena serangan stroke lagi.
Ingatlah sebagai panduan hidup:
* Bangun tidur, minum 1 gelas
* Sebelum / sesudah olahraga minum1 gelas.
* Sebelum / sesudah makan, minum 1 gelas.
* Sebelum tidur, minum 1 gelas, kalau bisa air hangat.
* Tetap rajin berolahraga.
Harap dipahami, stroke dapat menimpa siapa saja, tua maupun muda, bila kita kekurangan cairan.
Lebih baik mencegah daripada mengobati. Jadi minumlah secara teratur dan cukup. Salam sehat.