Pada masa lalu, menikah kebanyakan adalah hasil perjodohan antara dua keluarga. Jarang yang mengenal calon pasangan hidupnya, melihat wajahnya saja belum tentu, apalagi pacaran seperti zaman now.
Prinsipnya orangtua pasti akan memilihkan jodoh terbaik. Bagi orang Jawa, pasti bibit, bebet, dan bobot, sudah dipertimbangkan. Anak harap menjalani saja, orangtua pasti tidak akan memilihkan pasangan yang jelek, baik fisik maupun sifatnya.
Era pergaulan sekarang yang lebih bebas, baik melalui sekolah, kampus, tempat kerja, maupun komunitas, menyebabkan perjodohan tidak seperti dulu lagi. Baik anak laki-laki maupun perempuan bebas menentukan pilihannya masing,-masing. Bahkan banyak yang melalui proses pendekatan yang disebut pacaran.
Pacaran hendaknya jangan terlalu lama atau berkepanjangan. Bila sudah mantap, pihak laki-laki sudah sewajarnya segera melamar pihak perempuan. Hal ini tentunya guna mencegah dampak pacaran yang keterusan. Karena menurut orangtua, bila laki-laki dan perempuan sering berdua saja, ada pihak ketiga yang hadir, yaitu setan. Setan biasanya akan menggoda iman pasangan.
Memang untuk menikah harus ada persiapan yang matang. Misal sudah memiliki pekerjaan tetap, memiliki tumah, memiliki modal untuk pesta nikah, modal bulan madu, dan siap mengasuh anak, bila nanti dipercaya mendapatkan momongan.
Menunggu hingga persiapan matang, belum tentu dapat dicapai dalam waktu singkat. Menurut penulis, yang paling utama harus sudah memiliki pekerjaan tetap, khususnya pihak laki-laki. Karena tanpa pekerjaan tetap, masalah ekonomi dapat mengguncang rumah tangga.
Yang perlu didiskusikan bersama, hanya pihak laki-laki yang bekerja, atau boleh keduanya.
Setelah terjadi kesepakatan, lamaran boleh dilakukan, asalkan pasangan berjanji mau hidup sederhana dan selalu membuat perencanaan keuangan yang matang.
Hal lain seperti telah memiliki tumah, dapat ditunda dulu, dengan menyewa / mengkontrak rumah / kamar, atau menumpang di rumah orangtua. Yang penting jangan lupa memasukkan pos untuk cicilan membeli rumah pada pos pengeluaran.
Mengenai modal untuk pesta nikah dan bulan madu tidak mutlak harus ada. Bila ada, tentu lebih baik, namun kalau tidak ada bisa dibuat sederhana atau bahkan ditiadakan. Jangan termakan oleh gengsi dalam kehidupan.
Sementara beaya untuk melahirkan dan mengasuh anak, bisa ditambahkan pada pos pengeluaran.
Jadi, lebih baik jangan menunda menikah, karena bila terus ditunda, akan makin sulit memenuhi target, bahkan sering kali berakibat gagal menikah.
Yang paling penting, sanggup hidup secara sederhana, dan pelan-pelan meningkatkan taraf kehidupan.
Jangan selalu ketakutan, yakinlah asal kemauan kita baik, pasti akan banyak jalan terang membentang dihadapan kita.