Jakarta sejak 1945-2024 adalah ibukota Republik Indonesia. Walaupun menjadi ibukota karena alasan historis, karena proklamasi kemerdekaan dilaksanakan di Jakarta.
Jakarta dari tahun ke tahun berkembang menjadi besar dan luas. Dari kota sederhana berubah menjadi kota metropolitan yang memiliki banyak gedung tinggi Pembangunan ini tidak lepas dari hasil pemikiran banyak Gubernur yang memimpin provinsi bernama Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Diantaranya yang menonjol, Ali Sadikin, Sutiyoso, Fauzi Bowo, Joko Widodo, dan Basuki Tjahaya Purnama.
Jakarta mulai memiliki stadion bertaraf international saat menyelenggarakan Asian Games. Lalu proyek-proyek monumental, seperti Tugu Monas, Taman Mini Indonesia Indah, Masjid Istiqlal, Ancol, Taman Ismail Marzuki, dan revitalisasi Kota Tua
Walaupun pernah hancur, akibat peristiwa politik 1998, Jakarta sebagai pusat Pemerintahan, sentra ekonomi dan budaya terus bertumbuh. Gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan menjulang tinggi. Menjadi magnet bagi semua kaum muda untuk mengadu nasib di Jakarta.
Akibatnya, arus urbanisasi tak terbendung. Jakarta menjadi kota yang padat sehingga menimbulkan kemacetan, akibat penggunaan kendaraan pribadi maupun transportasi umum. Kendala kemacetan Jakarta sudah coba diatasi dengan nengoperasikan bus Trans Jakarta, MRT, dan LRT. Tujuannya untuk menyamankan transportasi, sehingga penggunaan kendaraan pribadi berkurang, yang diharapkan dapat mengurangi kemacetan dan pokusi udara.
Kendala lainnya bagi Jakarta adalah banjir, karena posisi geografisnya yang rendah, dan terus mengalami penurunan tanah.
Namun kendala yang ada, tetap tidak menyurutkan minat, orang-orang daerah untuk berurbanisasi ke Jakarta. Hal ini tampak saat sesudah libur Lebaran, banyak keluarga yang sudah tinggal di Jakarta, kembali ke Jakarta dengan membawa anggota keluarga dari desa / kampung.
Pengalaman pribadi
Sebagai anak muda yang dilahirkan di kota Semarang, Jawa Tengah, secara tidak terduga mendapatkan tawaran atau tantangan untuk mengelola kantor baru di Jakarta, yang tentunya menjadi kantor pusat Mulai dati kos hingga memiliki rumah pribadi, meski dipinggiran Jakarta, saya tiap hari selama bertahun-tahun menikmati kemacetan Jakarta.
Teman-teman baik pribadi maupun dari tempat kerja, akhirnya berubah dari teman Semarang (yang rata-rata teman sekolah) ke teman Jakarta.
Saya bekerja di Jakarta selama puluhan tahun, meski diselingi tugas di luar kota Jakarta, namun toh akhirnya kembali ke Jakarta. Hingga waktu pensiun tiba, tidak lama kemudian muncul kebijakan dari Pemerintah untuk memindahkan ibukota negara dari Jakarta ke Nusantara di Kalimantan Timur, tepatnya di Kutai Kartabegara.
Meskipun saya pernah ditugaskan sekitar dua tahun di Kalimantan Timur, tepatnya di kota Balikpapan. Akhirnya saya memutuskan untuk tetap tinggal di Jakarta, meski sudah bukan ibukota negara lagi.
Meski rancagan IKN akan dibuat sebagai kota modern seperti New York, yang tentu akan dibangun bertahap dan mungkin akan selesai pada saat Indonesia mencapai Indonesia Emas, atau perayaan 100 tahun kemerdekaan.
Mungkin bila saya masih muda, saya akan tertantang untuk pindah ke Nusantara. Tetapi karena saya sudah berumur dan sudah tidak aktif bekerja lagi, rasanya lebih bijak untuk tetap tinggal di Jakarta
Alasan utamanya, saya tentu tidak sanggup membiayai hidup di Nusantara yang tentu lebih mahal daripada Jakarta, karena saya sudah tidak bekerja lagi.
Alasan berikutnya, saya sudah nyaman tinggal bersama tetangga dan teman-teman di Jakarta. Juga bila ingin mudik tetap lebih mudah dan murah, karena masih sama-sama di pulau Jawa, sedangkan bila pindah ke Nusantara, harus menggunakan pesawat udara, karena antar pulau.
Yang terutama, apa yang bisa saya lakukan di kota modern seperti Nusantara, lebih baik saya hidup tenang di Jakarta, yang mungkin akan lebih asri, karena tidak ada kemacetan dan pokusi udara lagi.
Demikian alasan saya tetap tinggal di Jakarta. Bagaimana dengan Anda? Mari saling berbagi.