Masa kampanye Pilpres dan Pileg bahkan beberapa bulan sebelumnya sudah banyak capres-cawapres dan caleg baik untuk DPR RI, DPRD Priovinsi, dan DPRD Kabupaten / Kota sudah memasang APK (Alat Peraga Kampanye). Bahkan sudah ada yang melakukan 'test in the water' setahun sebelumnya.
Meski sudah ada peraturan, sepertinya tidak pernah ditaati oleh paslon atau caleg dari partai manapun. Seharusnya yang memberikan pesanan APK yang menegur kepada pihak ketiga yang melakukan pelanggaran, jangan dibiarkan begitu saja. Dipasang secara liar dan asal pasang. Memang yang melakukan pemasangan APK bisa saja pihak pembuat APK, maupun simpatisan atau relawan capres dan caleg. Harus ada pengawasan agar pemasangan APK dilakukan secara rapi.
Misal dipaku di pohon, jelas ini merusak lingkungan. Pemasangan baliho, poster, sticker, dan spanduk yang tidak mempertimbangkan etika kerapian sangat merusak pemandangan sebuah kawasan / kota.
Sebaiknya peraturan dikeluarkan oleh Dinas Tata Kota, bahwa pemasangan APK hanya boleh pada lokasi tertentu. Misal, Pemkab / Pemkot memfasiltasi billboard pada titik-titik jalan yang telah ditentukan, lalu para capres dan caleg bebas menempelkan pada billboard dengan ukuran yang sudah disepakati, agar tampak rapi dan tidak saling menutupi.
Ide ini terlintas dari ide rumah duka, yang melerang pengiriman karangan bunga papan, yang sering memenuhi jalan. Sebagai gantinya pihak rumah duka menyediakan billboard, lalu menawarkan pemasangan ucapan duka cita pada billboard tersebut. Akibatnya kawasan menjadi rapi, sebelum maupun sesudah pemakaman / kremasi.
Bila pemasangan APK dapat dikoordinir seperti contoh diatas, diharapkan sebelum dan setelah hari tenang, jauh lebih mudah melepasnya dan merapikannya.
Marilah kita melaksanakan pesta demokrasi tanpa merusak kerapian kota, maupun mengganggu kelestarian lingkungan.