Memang saat ini yang beredar adalah kenaikan pajak hiburan atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap / spa. Ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%. Sedangkan bisnis hiburan yang tidak termasuk jasa diatas, tetap dikenakan pajak 10%.
Meski besaran nilai pajak hiburan ini akan ditetapkan berdasar kebijakan tiap daerah, sudah menimbulkan gejolak.
Timbul protes dari beberapa asosiasi berbasis jasa hiburan, yang dipelopori artis, seperti Inul Daratista dan pengacara Hotman Paris.
Meski protes ini ditanggapi enteng oleh Menparekraf, Sandiaga Uno, bahwa masih dilakukan judicial review.
Protes yang dilayangkan Inul Daratista, mengharapkan ada perbedaan antara karaoke keluarga dengan karaoke orang dewasa. Dengan pajak hiburan saat ini sudah cukup berat untuk membeayai operasional dan membayar royalty lagu. Sedangkan Hotman Paris beralasan bahwa bisnis hiburan adalah penyerap tenaga kerja terbanyak dari segala tingkatan pendidikan, sehingga bila bisnis terganggu dikawatirkan akan terjadi pemutusan hubungan kerja massal.
Dunia hiburan memang erat kaitannya dengan dunia pariwisata. Baru saja dunia pariwisata menggeliat, akibat berakhirnya pandemi Covid. Dengan kenaikan pajak hiburan, dikawatirkan dunia pariwisata akan ikut terimbas. Apalagi yang terkena kenaikan pajak, hiburan yang banyak bersinggungan dengan hotel. Bila dunia hiburan mati, dikawatirkan akan membuat wisatawan juga berkurang.
Kenaikan pajak tidak bisa untuk menutup defisit anggaran pemasukan Pemerintah dari sektor pajak, karena pasti terjadi hukum berantai. Pengguna dunia hiburan adalah dunia usaha, kebanyakan untuk menghibur pelanggannya. Bila ada kenaikan pada biaya hiburan, maka otomatis harga produk / jasa juga akan naik. Bila kenaikan harga ini akan menurunkan omzet penjualan, akibatnya adalah pajak yang diperoleh dari dunia usaha juga akan berkurang.
Sementara dari pebisnis hiburan sendiri, mengkhawatirkan kenaikan pajak ini akan memberatkan pelanggan mereka, sehingga akan berdampak pada bisnis mereka, yang ujung-ujungnya akan gulung tikar dan melakukan pemutusan hubungan kerja besar-besaran.
Banyaknya tenaga kerja yang menganggur akan menimbulkan dampak sosial. Sehingga tujuan menaikkan pajak hiburan ini akan sia-sia.
Dengan adanya kenaikan pajak hiburan pada kehidupan malam, yang senang mungkin para Ibu, karena suaminya akan lebih betah tinggal di rumah. Ini hanya dampak kecil, tapi dampak lainnya yang lebih besar, hendaknya perlu dikaji lebih komprehensif.
Belum lagi bila upaya ini gagal, kenaikan pajak hiburan dapat menyasar tempat hiburan lainnya, misal tempat hiburan rakyat, seperti pantai, taman, taman margasatwa, pagelaran musik, pertandingan olahraga, pusat kebugaran, dan bioskop.
Bila kenaikan pajak hiburan ini akan berdampak ke dunia hiburan lainnya, dapat makin meresahkan masyarakat. Masyarakat yang haus hiburan akan lebih mudah terkena penyakit mental Yang akan berdampak pada kamtibnas.
Sebaiknya kebijakan ini dikaji ulang untung ruginya. Tidak saja terhadap dunia bisnis, juga dampaknya pada banyaknya warga yang akan kehilangan pekerjaan.
Hendaknya lingkaran setan harus dipotong sejak awal, sebelum menimbulkan dampak negatif.