Padahal menurut ilmu pemasaran, dalam berusaha, kita perlu pesaing sebagai mitra tanding. Jadi, dengan munculnya pesaing, kita harus lebih baik segalanya dari pesaing. Kita tidak boleh hanya  duduk diam, goyang kaki saja, melainkan harus berpikir keras agar dapat selalu memiliki nilai tambah (added value) bila dibandingkan dengan pesaing.
Kasus ribut-ribut pedagang tradisional melawan Tik Tok Shop baru saja terjadi. Padahal sebelumnya, banyak contoh dalam ilmu pemasaran tumbangnya sebuah merek. Kasus raja ponsel Nokia yang pasarnya tergerus  Blackberry. Lalu mundurnya Blackberry saat muncul Android.
Dalam bidang transportasi, kita pernah menyaksikan aksi demo abang ojek saat muncul ojek online. Aksi protes perusahaan taksi, saat muncul perusahaan taksi daring. Demikian pula restoran / warung yang merasa tersaingi oleh aplikasi pesan antar seperti Go Food/ Grab Food dan sejnisnya. Serta munculnya yoko serba ada di lingkungan perumahan, yang dapat Mematikan warung-warung bahkan pasar swalayan besar.
Inti persoalannya, pelaku bisnis lama atau pendahulu, kurang waspada munculnya disrupsi. Namun salut untuk pengusaha taksi Blue Bird yang mau bekerja sama dengan GoCar, sehingga masih bisa bertahan, tidak tumbang seperti perusahaan taksi lainnya.
Kembali ke masalah Tok  Tok Shop, yang ulahnya dikeluhkan pedagang tradisional. Benarkah Tok Top Shop akan menggerus loka pasar (market place) dan pedagang tradisional?
Dulu, saat loka pasar bermunculan, e-commerce juga selalu dituding penyebab lesunya aktivitas pasar tradisional. Namun setelah berjalannjya waktu, Â keduanya dapat berniaga bersama dengan aman dan damai.Hanya terasa kehebohan, saat menjelang Harbolnas (Hari Belanja Online Nasional) dan tanggal cantik 9.9, 10.10, 11.11, atau 12.12.
Jujur saja penulis belum pernah belanja melalui Tik Tok Shop. Mungkin penulis bukan target pasar mereka, karena penulis dari generasi baby boomers, bukan dari generasi milineal atau Z.
Meski penulis bukan termasuk gaptek, penulis tahu juga adanya Tik Tok Shop, yang kabarnya sering memberikan diskon khusus pada jam-jam tertentu, menggratiskan ongkos kirim, bahkan presenter nya cantik-cantik karena banyak muncul dari kalangan artis.
Tapi koq penulis tidak tertarik pada ragam bisnis yang baru muncul ini. Memang aturan hukumnya agak melenceng, Tik Tok semula adalah aplikasi untuk joget-joget, koq tiba-tiba bisa dimanfaatkan untuk bisnis. Kalau loka pasar memang aturan hukumnya sudah jelas, untuk perdagangan secara daring, jadi sudah sesuai aturan.
Sebaiknya Pemerintah cq  Kemendag jangan terlalu gegabah melarang Tik Tok Shop, tetapi pelajari terlebih dulu:
1. Barang /.produk siapa yang dijual
Karena aplikasi Tik Tok ini asalnya dari China, dengan mudah tersulut aksi anti Tiongkok. Ada rumor ekstreem yang mengatakan bahwa China melalui Tik Tok sedang mendata selera belanja dan siapa yang berbelanja. Nanti suatu saat, pedagang via Tik Tok Shop akan dilibas oleh pedagang asal Tiongkok.
Jadi, bila barang / produk yang diperdagangkan berasal dari UMKM dalam negeri harus tetap didukung. Hanya saluran bisnisnya yang berbeda.
Bila barang / produk yang diperdagangkan bukan dari UMKM dalam negeri, memang sebaiknya dilarang.
2. Buat Peraturan payung hukumnya
Agar persaingan setara, sebaiknya Tik Tok Shop harus dikenakan PPN seperti halnya pedagang tradisional.
3. Benarkah Tok Tok Shop menggerus pasar tradisional?
Harus dilakukan penelitian komprehensif siapa saja pelanggan Tik Tok Shop. Bila memang ternyata menyeluruh, sebaiknya Kemendag memberikan loka karya kepada pedagang tradisional untuk juga bisa berjualan secara daring.
Dalam berusaha, harus terus terjadi perubahan, bila kita tidak mau tergerus oleh perkembangan zaman.
4. Bila hasil penelitian, Tik Tok Shop pelanggannya tidak sampai 50%, artinya peluang pasar bagi pedagang tradisional masih terbuka luas. Mereka harus lebih berinovasi, jangan duduk manis saja di zona nyaman. Setiap jaman pasti ada perubahan. Karena adanya perubahan maka kita dapat hidup.
Yuk, anggap pesaing sebagai mitra tanding bukan sebagai musuh. Terus berinovasi dan berkreasi agar selalu menjadi yang terbagi. Jangan terlalu mudah menjelekkan pesaing dan minta pesaing dilarang, yang harus ada kesetaraan secara hukum dan peraturan.