Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Kemanusiaan itu Mengharukan

18 Agustus 2023   05:00 Diperbarui: 18 Agustus 2023   06:17 120 4

Guna menyambut perayaan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Vlomaya, komunitas Vlogger Pemerhati Budaya dan kognisi.id melalui Jurnalinsme Berkebangsaan pada hari Selasa 15 Agustus 2023 telah mengadakan webinar dengan tajuk "Meningkatkan Kepekaan Dalam Upaya Merajut Keberagaman". Webinar yang parallel diadakan dengan penulisan berwawasan Keberagaman yang rencananya akan dibukukan dalam program #KitaUntukIndonesia berujud diskusi interaktif yang dipicu oleh narasumber tunggal Bugi Sumirat.

Dalam presentasinya, Kang Bugi nenegaskan bahwa manusia itu pada prinsipnya berbeda. Secara teknis dapat dibuktikan, orang kembar pun berbeda sidik jarinya.

Dalam berinteraksi di komunitas atau tempat kerja atau tempat belajar, kita selalu bertemu dengan orang yang beda agama, beda suku, dan beda latar belakang. Kita harus mendukung Indonesia yang beragam.  Kita harus berhati-hati pada orang atau kelompok yang nenonjolkan dan mengagungkan identitasnya.

Kang Bugi memberikan contoh nyata, saat dia sedang nenempuh studi lanjut di Australia. Dia dan keluarganya, anak dan istrinya yang berjilbab. Jelas orang mengetahui dia dari keluarga Muslim. Waktu itu awal Desember, menjelang perayaan Natal. Tiba-tiba dia dihampiri seorang warga lokal yang memintanya menjadi Santa Claus atau Sinterklas.

Warga lokal itu juga menanyakan, apakah tidak bermasalah dengan pernintaannya itu. Sebagai orang Muslim, Kang Bugi menanyakan, apakah peran ini melakukan sesuatu yang berkaitan dengan ritual agama. Dijawab tidak, karena hanya mengenakan baju Santa Claus, memangku seorang anak secara bergantian dan memberikan hadiah.

Hal inilah yang menurut pandangan Kang Bugi menjadi titik tolak (milestone) sebuah toleransi. Karena di Indonesia, rasanya akan sulit orang Muslim berinteraksi dengan non Muslim seperti yang dia alami di Australia

Karena tidak ada ritual yang mengganggu kenyamanannya sebagai seorang Muslim, maka Kang Bugi menyanggupinya.

Pantikan pengalaman Kang Bugi ini dikomentari oleh seorang peserta, sebut saja W. W yang berasal dari Sumatera dan beragama Islam mengikuti program pertukaran pemuda selama satu bulan di NTT. Kebetulan W ditempatkan di rumah kepala suku yang non muslim. Karena sudah dianggap sebagai keluarga, maka W diminta makan satu meja dengan keluarga mereka. Sedangkan mereka dari keluarga non Muslim. Mereka makan babi sudah biasa. Namun W memperoleh alat makan berbeda dengan lauk ikan / ayam. Karena mereka sudah memahami tata cara non Muslim, maka mereka memang menyediakan alat makan dan menu makanan berbeda, hanya disantap dalam satu meja.

Selain makan daging babi, mereka juga menyantap daging anjing. Dan cara membunuhnya, anjing dimasukkan ke dalam karung, lalu dipukul kepalanya. Karena mereka tahu orang Muslim dalam memotong ayam ada ritualnya, maka setiap ingin nemotong ayam, mereka selalu minta tolong kepada W  Tentunya dengan harapan W akan memotong ayam menggunakan tata cara Islam.

Juga bila harus menghadiri acara pernikahan, sebagai orang Muslim, W tinggal memilih lauk ikan saja.

Dan hubungan kekerabatan ini, masih terus berlangsung hingga sekarang. Dengan saling berkomunikasi dan saling mendoakan kesehatan masing-masing.

Ada peserta lainnya, sebut saya Y, juga berkisah saat kuliah di Amerika Serikat. Teman satu flatnya adalah mahasiswa Katolik dan Budha. Kita selalu pergi bersama-sama cari makan, tapi lalu berpisah setibanya di lokasi. Teman berdua ke lokasi lain, sementara Y pergi ke lokasi penjual ikan atau ayam.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun