Pada akhir Juli 2023, Kompas TV kembali melakukan perekaman acara (tapping) Gagas RI. Kali ini topik yang dibahas adalah "Tantangan Global Indonesia dan Kemanusiaan". Setelah pada acara terdahulu membahas topik mengenai Agama, Teknologi dan Ekonomi.
Sebagai narasumber dipilih Dr. Dino Patti Djalal M.A., pendiri FPCI, yang pernah menjadi Dubes RI untuk Amerika Serikat dan juru bicara Presiden.
Dalam presentasi awalnya, Dino menyinggung perlunya jas merah, agar bangsa selalu mengingat sejarah mengambil kata-kata Bung Karno yang terkenal itu. Tidak hanya mengenali sejarah, namun juga harus mampu berdiplomasi agar tidak mudah di pecah belah. Contoh negara di Asia yang tidak pernah dijajah adalah Thailand, karena mereka jeli melihat zaman.
Suatu negara akan maju, bila sanggup:
1. membaca zaman
2. Mensiasati zaman
3. Membuat visi kebangsaan yang jelas
Contoh di Asia, adalah Singapura, meski tidak memiliki sumber Daya Alam, namun dapat mengelola kesehatan, teknologi, transportasi dan ekonomi dengan baik.
Kita sekarang berada dalam suatu lompatan abad, pada abad 20 bangsa Indonesia berusaha untuk memerdekakan bangsanya, dan menyadarkan bangsa-bangsa lain dengan menjadi contoh bagi negara-negara lain. yang ditandai dengan berakhirnya dekolonisasi sehingga setelah Perang Dunia ke 2, jumlah negara bertambah dari 50 menjadi 200. Namun pada abad 21 harus berusaha agar bisa mapan.
Ada tiga trend dunia pada abad 21 yakni:
1. Berubahnya kondisi dunia dari unipolar menjadi bipolar atau multi polar, yang memiliki dua negara super power, Amerika Serikat dan Tiongkok.
2. Harus dapat menghindar dari hubungan sub kordinatif.
Karena dunia akan berubah secara eksponensial. Mulai dengan internet, disusul dengan empat teknologi dibidang: energy, manufacturing, biology dan computing.
3. Menuju Net Zero.
Pengariluh perubahan iklim, harus diatasi dengan membatasi emisi. Bila tidak dapat dilakukan, akan muncul bahaya, karena kenaikan suhu 2% akan membuat 99% terumbu karang mati. Dunia akan terasa seperti neraka.
Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan calon pemimpin yang visioner, yang sadar akan masa datang. Ini ditandai dengan semangat internasionalisme yang luas, tidak cukup dengan semangat nasionslisme saja. Dan solusinya tergambarkan dalam sebuah strategi besar.
Indonesia sudah memiliki modal, dengan semangat Non Blok, ASEAN dan Konferensi Asia Afrika.
Dunia sudah berubah,kita harus dapat mensiasati dan menunjukkan kualitas bangsa yang memiliki keunggulan.
Contohlah Singapura, Korea Selatan, China dan Uni Emirat Arab. Pemimpin harus mampu membuat dunia lebih baik.
Acara yang dimoderatori oleh Sukidi lalu menghadirkan penanggap / panelis pertama Dr. Rizal Sukma, seorang diplomat dan Senior Fellow dari CSIS.
Menurut Rizal, dunia bergerak ke arah multi polar yang tidak setara dan muncul hiearkhy, contoh :
- Amerika Serikat, China
- India, Jepang, Indonesia
- Negara-negara dengan kekuatan kecil
Sehingga diperlukan strategi untuk melakukan proses transisi. Rizal justru mempertanyakan kekuatan ASEAN. Karena sebenarnya yang diperlukan adalah inter dependency.
Dino menanggapi panelis dengan perlunya strategi arsitektur. Indonesia tidak perlu berhadapan sendiri dengan kekuatan yang mengganggu. Akan lebih kuat bila gangguan dihadapi secara bersama oleh ASEAN. ASEAN harus berani dalam geo politik.
Panelis kedua adalah Prof. Dewi Fortuna Anwar,, professor di BRIN.
Dalam tanggapannya Dewi menyetujui untuk belajar dari sejarah. Mengenai multi polar, Dewi lebih suka menggunakan istilah multiplex.
Dino menanggapi dengan menyatakan bahwa rivalitas multi polar akan menimbulkan konflik, yang baru di tingkat Pemerintah dan belum menjadi perang ideologis.
Contoh: Rusia melawan Barat, Rusia melawan Amerika Serikat.
Perkembangan di abad 21 akan beralih ke Asia meski di Asia masih banyak negara miskin.
Seperti Indonesia juga akan sulit menjadi negara maju, selama korupsi dan supremasi hukum masih menjadi momok utama bangsa Indonesia. Yang harus diselesaikan dengan meritokrasi.
Acara diakhiri dengan pernyataan penutup Dino yang mengingatkan pentingnya creative alignment, bila pada abad 20 kita dapat mempengaruhi negara-negara untuk memerdekakan diri, apa yang harus kita lakukan pada abad 21.
Lengkapnya, silakan ikuti sendiri di Kompas TV beberapa hari mendatang, setelah proses penyuntingan selesai. Acara ini sangat perlu diikuti oleh mahasiswa Hubungan International dan mereka yang berkarier di Kemenlilu.
Selamat menyaksikan.