Dua orang yang semula tidak saling mengenal, saling tertarik, entah karena ketampanan dan kecantikan, cara bergaulnya yang menarik, serius namun diselingi canda yang membuat simpati. Karena jedekatan, pelan-pelan terbercik letupsn-letupan sinyal cinta. Mengadakan pendekatan dan akhirnya menjurus series ke arah jalinan asmara yang berakhir dengan penyataan cinta, lamaran hingga ke pernikahan.
Selama proses pendekatan hingga pernikahan, hampir rata-rata diwarnai suasana riang gembira, kalaupun terjadi persekisihan kecil mudah saling memaafkan. Kejelekan masing-masing individu sering diaembunyikan, pokoknya yang terbaik yang harus ditampilkan kepada calon pasangannya. Bahkan hal-hal yang tidak disukai pasangannya, dengan suka rela dihentikan. Contoh, seorang pemuda yang biasa merokok, saat sedang melakukan pendekatan ke pasangannya, rela menghentikan merokok. Sebaliknya, seorang gadis yang biasa bangun siang, demi mengambil hati pasangannya rela bangun pagi.
Kebiasaan lainnya seperti pemarah, mudah nengayunkan tangan bila sedang emosi, dapat dengan mudah diredam. Intinya semua keburukan berusaha dihilangkan, Dan hanya kebaikan yang berusaha ditunjukkan. Tujuannya adalah untuk mengambil hati pasangannya agar tertarik dan bersedia menerima sebagai pasangan.
Kondisi kepura-puraan saat pendekatan atau sering disebut masa pacaran, justru berbahaya, karena pasangan tidak dapat menilai secara tepat, yang dinilai hanya jebaikannnya saja. Jadi, saat lamaran tiba, karena hanya melihat baiknya saja, akibatnya hati berbunga-bunga, wah bakal mendapatkan pasangan yang sempurna.
Akibatnya, setelah menikah, pelan-pelan sifat aslinya muncul. Hal inilah yang menyulut persekisihan yang meningkat dari gari ke hari. Pasangan yang saat pacaran tampak sabar, setelah menikah jadi pemarah. Pasangan yang saat pacaran tampak diam dan setuju-setuju saja, tiba-tiba menjadi gemar membantah atau melawan. Inilah awal terjadinya benih-benih ketidak sukaan.