Pasal yang termasuk aneh adalah yang menyangkut waktu kehadiran tenaga kerja. Bila tenaga kerja melakukan keterlambatan secara akumulatif selama satu bulan kerja sebanyak 24 jam akan diganjar surat peringatan (SP) tingkat pertama. Dan dampak bagi tenaga kerja yang menerima SP tingkat pertama, adalah satu tahun kedepan tidak akan mendapatkan kenaikan upah tahunan. Juga bol keterlambatan dilakukan lagi pada bulan berikutnya, tingkat SP bisa naik ke tingkat dua hingga ketiga/ terakhir.
Anehnya, keterlambatan ini tidak dapat dianulir dengan kepulangan melewati jam pulang normal. Dan dianggap sebagai loyalitas.
Anehnya lagi, bila tenaga kerja harus tugas luar di pagi Hari harus datang dulu ke kantor untuk melakukan presensi. Bila tidak dilakukan akan dianggap alpha alias tidak masuk kerja.
Dampaknya memang benar tingkat keterlambatan berkurang drastis, namun sebaliknya hampir tidak ada tenaga kerja yang bekerja do luar jam kantor normal. Alias tidak ada yang mau lembur, bila pekerjaan belum selesai, akan ditumpuk dan diselesaikan keesokan harinya. Kerugian jelas muncul, jarang tugas terselesaikan tepat waktu. Dan bal ini jelas merugikan kedua pihak.
Kesimpulannya, sebagai pimpinan perusahaan hendaknya memiliki toleransi yang besar pada keterlambatan jangan dikenakan secara umum. Karena dapat merugikan performa perusahaan. Nilailah pekerjaan tenaga kerja secara holistik, tenaga kerja yang tulus bekerja lembur harusnya bisa menganulir keterlambatannya. Supaya kondisinya win-win, bagi kedua pihak.