Sudah terdengar santer di masyarakat bahwa PPN (Pajak Pertambahan Nilai) mulai April 2022 akan dinaikkan menjadi 11 persen dan secara bertahap akan dinaikkan terus menjadi 12 persen.
Memang negara perlu mendapatkan dana dari pajak guna neneruskan pembangunan, namun dampak pandemi dua tahun terakhir ini sudah memporak porandakan tatanan ekonomi negara dan masyarakat. Banyak perusahaan yang bangkrut, banyak karyawan yang terkena PHK atau terkena pensiun dini sehingga menambah besar angka pengangguran.
Kondisi masyarakat khususnya lapisan bawah yang disebut wong cilik sangat terdampak dengan pandemi. Terlebih bila ada program semacam PSPB, PPKM dengan level tinggi, rakyat kecil susah berusaha, padahal bila mereka tidak keluar rumah tidak mendapat pemasukan, sehingga banyak yang protes dengan keadaan ini.
Selain keterputukan ekonomi masyarakat, kenaikan PPN dapat memicu kenaikan menyeluruh padahal awal Mei 2022 adalah Lebaran, bila terjadi kenaikan harga pasti akan lebih menyulitkan masyarakat yang akan merayakan Lebaran. Meski kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, restoran, buku dan kegiatan sosial seharusnya tidak terkena PPN namun pengusaha yang nakal akan menggunakan momentum kenaikan PPN untuk menaikkan harga. Akibatnya karyawan akan minta kenaikan gaji, dan dunia usaha akan makin terbebani. Warga yang terpuruk akibat pandemi akan lebih terpuruk karena dalam kondisi menganggur atau nir-pekerjaan. Akibatnya tingkat kemiskinan akan meningkat.
Sebaiknya Pemerintah meninjau ulang rencana menaikkan PPN pada April 2022 agar tidak terjadi instabilitas pada bulan Ramadan dan Lebaran, biarlah sebagian besar warga menjalankan ibadah puasa dan merayakan Lebaran dengan tenang Setelah warga tidak mudik dua tahun berturut-turut.
Meski rata-rata PPN di beberapa negara adalah 13,8 persen, namun kondisi di Indonesia harus patut dipertimbangkan. Serangan pandemi yang belum selesai juga, pengangguran yang bertambah sebagai dampak pandemi, sebaiknya membuat Pemerintah mengurungkan kenaikan PPN ini demi kemaslahatan rakyat Indonesia.
Seandainya PPN nantinya tetap harus dinaikkan, Pemerintah harus sanggup menindak para spekulan, nenghukun berat para koruptor, agar penderitaan rakyat mendapat imbalan yang memadai. Kasus langkanya minyak goreng akibat ulah spekulan serta kenaikan harga mie instan akibat perang Rusia Ukraina, kelangkaan tempe akibat kenaikan harga kedelai patut menjadi pelajaran berharga bagi Pemerintah, bahwa masih banyak kendala di masyarakat yang harus segera diatasi sebelum menaikkan PPN.
Semoga pandemi segera menjadi endemi, agar ekonomi rakyat dapat bergulir secara normal. Nah saat itulah saat yang tepat untuk menaikkan PPN. Semoga Pemerintah cukup bijak dalam menyikapi hal ini.