Di antara semua topik yang dibahas di acara tersebut, boleh dikata topik tentang Dolly, lokalisasi yang disebut terbesar di Asia Tenggara beserta wanita tuna susila (WTS) dan para pelanggannya. Dan di yang paling tidak bisa dilupakan mengenai lokalisasi tersebut berdasarkan cerita Bu Risma adalah adanya WTS berusia lanjut yang memiliki klien anak-anak di bawah umur.
Hati siapa yang tidak tersayat melihat kenyataan tersebut dan menangis kala membayangkan anak-anak di bawah umur itulah yang kelak akan mewarisi Indonesia ini kelak. Tidak ada rasanya yang masih menginginkan agar lokalisasi Dolly, atau lokalisasi di daerah manapun dibiarkan terus beroperasi.
Upaya penutupan lokalisasi ini oleh kepala daerah tentu sangat perlu untuk dicermati. Begitu pula apa yang telah dilakukan oleh Ibu Risma selaku Walikota Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia.
Menariknya, alih-alih melakukan penutupan dengan paksaan, Ibu Risma malah melakuan satu metode yang boleh dikata tak pernah dilakukan oleh kepala daerah lainnya, yaitu suatu konsep human-foused design.
Ada satu cuplikan dialog antara walikota tersebut tidak berapa lama setelah dilantik dengan para Kyai mengenai lokalisasi itu. Cuplikak tersebut bisa dilihat di bawah ini.
https://www.youtube.com/watch?v=a96INwCDd_M
Yang sangat menarik adalah pengakuan Ibu Risma yang berkata : “Kyai, saya kan belum bisa memberikan makan mereka semuanya”. Ucapan itulah berupa pembuktian bahwa mungkin tanpa Ibu Risma sadari, beliau telah menerapkan konsep human-focused design, yang saat ini mulai banyak diterapkan di dunia bisnis ataupun video-game yang dipasarkan secara luas.