Hmm, bagaimana ya. Secara pribadi maupun karena alasan profesi, saya memang lebih suka bahwa bahasa digunakan secara santun. Tapi begini, bahasa dan kata-kata memang terbatas. Kemampuan bahasa dan kata-kata untuk mengungkapkan fakta, pikiran, opini maupun perasaan memang terbatas. Tak jarang kita kekurangan istilah untuk mengungkapkan hal-hal yang ada dalam pikiran kita, terutama hal-hal yang luar biasa.
Dulu saya mempunyai seorang teman. Dia kreatif, idealis, jeli, cerdas, cermat dan lugas dalam mengutarakan pikiran maupun perasaannya. Dia juga rajin mengkritisi berbagai hal, dan sebagian besar kritikannya masuk akal dan sesuai dengan kenyataan. Tetapi banyak orang, teman-temannya (yang teman-teman saya juga) menganggap dia hobby omong besar, arogan, suka melebih-lebihkan dan, hmm...kurang santun dalam berbicara.
Karena urusan pertemanan dan kegiatan bersama, saya sering mengobrol dengan dia. Sebelumnya saya juga sependapat dengan orang-orang itu, terutama bahwa dia suka melebih-lebihkan dalam mengritik atau memuji orang lain. Dia akan menggambarkan dengan detail (kadang penuh luapan perasaan) tentang seseorang. Saya kadang skeptis, benarkah si A betul-betul seperti yang dikatakannya (dengan detil dan penuh luapan perasaan tadi). Kemudian saya mencoba mengamati si A, sikapnya, perilakunya, hal-hal yang dilakukannya pada situasi-situasi tertentu, semacam itulah. Sering terjadi, bahwa kenyataannya jauh lebih (parah atau baik) dari yang (bisa) dia gambarkan.
Bisa jadi, Ahok juga menghadapi situasi semacam ini. Beliau kekurangan istilah untuk menggambarkan apa yang dihadapinya. Kenyataan sesungguhnya bisa jadi lebih "toilet" dari itu. Entahlah.